Apel Busuk, Part 14



--Priscila's POV--

"Pris, bangun! Ada telepon buat lu" seru Lina sambil menggoyang-goyangkan tubuh Priscila.
 

"Apa?" tanya Priscila setengah sadar.
 

"Ada yang nelpon lu! Buruan gih" seru Lina seraya menyodorkan ponselnya.
 

"Huh siapa sih tengah malam gini" rutuk Priscila sambil menyingkirkan selimut bulu tebal yang menutupi tubuhnya.

"Gak tau. Udah ah nih buruan!"

"Iya iya" sahut Priscila seraya meraih ponsel Lina. Ponsel itu pun kini berpindah tangan.

"Halo" sapa Priscila.

"..."

Hening. Tidak ada jawaban.

"Kok gak ada suara sih? Haloo.." sapa gadis itu lagi.

Tapi suasana tetap senyap. Priscila mengerutkan dahinya.

"Halo, ini siapa sih? Ngomong dong"

Apel Busuk, Part 13


--Priscila's POV--

Usai melepas rombongan peserta yang pulang ke tanah air. Pihak KBRI mengajak tim merah putih berjalan-jalan mengelilingi kota London. Mereka mengunjungi tempat-tempat wisata seperti istana Buckhingham, lalu Parliament Square atau Palace of Westminster. Tempat dimana terdapat menara jam besar, atau yang lebih dikenal dengan nama Big Ben. Konon katanya jam itu punya kembaran. Dan ternyata kembaranya berada di Indonesia. Yaitu jam gadang di Sumatera Barat.

Dan terakhir mereka mengunjungi Museum Science. Museum besar ini mengeksplorasi dunia sains yang menakjubkan. Mereka bisa berwisata sekaligus menambah pengetahuan. Berbagai perkembangan sains dan teknologi bisa dijumpai di sini. Mulai dari roket, satelit, probe ruang angkasa, dan pesawat pendarat yang ditampilkan bersama satelit pertama di dunia, Sputnik, hingga Launchpad, galeri khusus untuk anak-anak yang membuat prinsip sains menjadi menyenangkan dan mudah dimengerti.

Namun sayang, karena keterbatasan waktu. Tim merah putih tidak bisa berlama-lama disana. Mereka harus segera kembali ke wisma untuk belajar sebagai persiapan babak semifinal besok.

Apel Busuk, Part 12




--Priscila's POV--

Mentari pagi yg indah menerobos kabut tipis diseputaran alun alun kota Norwich. Terlihat beberapa petugas sibuk menurunkan spanduk dan banner yang terpampang hampir di segala penjuru gedung. Tanda berakhirnya kegiatan perlombaan Olimpiade Sains di kota itu.

Sementara nun jauh diseberang sana, di hotel tempat tim garuda menginap, tengah terjadi kesibukan yang luarbiasa. Para anggota tim merah putih sedang sibuk mengemasi barang bawaan mereka. Pagi ini, mereka akan bertolak kembali ke kota London untuk melakoni laga semifinal.

Sesuai pengumuman yang dirilis panita tadi pagi, 5 dari 8 cabang perlombaan yg diikuti berhasil menapakkan kaki di babak semifinal. Yaitu cabang Matematika, Kimia, Astronomi dan Astrofisika, Kebumian, serta Linguistik. Sementara cabang Biologi dan cabang Fisika harus mengubur mimpi mereka untuk melangkah lebih jauh. Mereka akan kembali ke tanah air sore nanti. Menyusul cabang Informatika yang telah angkat koper lebih awal usai terkapar memilukan di fase penyisihan.

Apel Busuk, Part 11



"Nat, udah dulu ya. Udah malem" ucap Priscila kemudian.

"Loh, malam? Kok rasanya tadi denger ayam berkokok" sahut Nathan.

"Disini jam 8 malam. Disana ya subuh.."

"S-subuh?" gumam Nathan seraya menoleh ke jam dinding yang menempel di tembok ruang tunggu.

"Iya kan beda 7 jam. Kenapa?" tanya Priscila bingung.

"Udah jam 3 pagi, wkwk"

"Tapi kamu gak dinas kan?" tanya Priscila.

"Eh, n-nggak kok" jawab Nathan menggeleng.

"Beneran?" selidik gadis itu.

Apel Busuk, Part 10



--Priscila's POV--

Priscila termenung. Ia menatap sepasang mata cokelat di hadapanya dalam-dalam. Rasanya aneh sekarang mereka berada dalam posisi seperti ini.

Priscila sudah mengenal Nathan sejak lama. Mereka adalah teman baik. Tapi ternyata itu hanyalah anggapan Priscila saja. Pemuda itu menganggap dirinya lebih dari sekedar teman.

Gadis itu sekarang hanya bisa terpaku menatap deretan keyboard laptopnya. Ia tidak berani menatap wajah pemuda itu. Ia bingung dengan perasaanya sendiri. Ia tau Nathan pemuda yang baik. Bahkan ia adalah teman yang sangat baik. Tapi justru itulah yang membuatnya takut. Ia takut kalau nantinya malah ia yang mengecewakan Nathan. Ia tidak mau kehilangan teman terbaiknya. Tidak. Ia tidak mau.

Jalan tengahnya adalah mereka tetap berteman. Tapi itu berarti dia harus menolak Nathan. Sesuatu yang akan menyakiti hatinya. Hati yang selalu ada disisinya. Menemaninya disaat ia terpuruk rapuh.

"WOY!"

Seru seseorang tiba-tiba membuyarkan lamunanya.

Apel Busuk, Part 9


--Nathan's POV--

"Anjrit!" maki Nathan.


"Nape lu?" tanya Dodi, masinis Sidopoto yg tidur sekamar denganya.

 

"Wi-fi lenyap" jawab Nathan panik.
 

"Sekarang kan udah jam 12 malam. Wi-fi disini emang biasa dimatiin jam segitu.."
 

"Loh, kenapa?" tanya Nathan heran.
 

"Biar anak-anak pada tidur. Gak streaming bokep mulu"
 

"Njirr.."
 

"Emang lu ngapain sih?" tanya Dodi penasaran.
 

"Skype-an bro"
 

"Lah, gak dines apa besok?"
 

"Dines sih, KA 377"
 

"Bah, itu kan KA lokal paling subuh. Mending lu tidur gih, entar kenapa-napa lagi pas dines"
 

"Iya bentar lagi deh. Tanggung" sahut Nathan seraya ngeloyor pergi keluar kamar.
 

Menit berikutnya Nathan sudah berada di jalan menuju stasiun Merah. Stasiun sebesar itu pasti punya wi-fi, pikirnya. Dia tidak ambil pusing kalau hari sudah larut malam dan besok harus dinas subuh. Yang penting dia bisa skype-an dengan Priscila. Rasa kangenya sudah tidak terbendung.Tak lama kemudian, Nathan sudah sampai di stasiun. Suasana nampak sepi dan sedikit mencekam di stasiun penuh sejarah itu. Namun Nathan mengabaikanya, ia tetap melangkah masuk.

Apel Busuk, Part 8


"Depan semboyan 8" koar KP lewat walkie-talkie.

"Copy" sahut Nathan sambil melirik kearah Hartono.

"Iye, iye" tukas Hartono, yang lalu berbisik kepada Ani agar menyudahi 'permainanya'.

Ani pun beranjak dari pangkuan Hartono. Samar-samar Nathan bisa melihat lekuk tubuh gadis itu, yang tidak mengenakan sehelai benang pun. Nathan hanya bisa menelan ludah melihatnya.

"Kurangi kecepatan!" perintah KP kemudian.

"Copy" sahut Hartono.

Apel Busuk, Part 7





Nathan diantar Heri, KDT Sidopoto, untuk cek kesehatan di klinik. Usai cek kesehatan, dia pun kembali ke ruangan KDT untuk menyerahkan laporan kesehatanya.

"Bagus.. Hasilnya bagus" ucap Heri setelah membolak-balik laporan kesehatan Nathan.

"O.." respon Nathan tak bersemangat.

Sebenarnya dia berharap gagal tes kesehatan sehingga tidak berdinas malam nanti.

"Kamu panasin dulu loknya sana" suruh Heri sambil memberikan master key lok CC201-19 kepada Nathan

Nathan menerimanya, lalu beranjak keluar untuk mencari lok tersebut. Cukup sulit mencarinya, karena areal dipo yg sangat luas. Deretan lokomotif yang berjumlah puluhan menyesaki setiap jalur yang ada. Ia berkeliling dari ujung ke ujung. Membaca plat nomer lok satu persatu dengan seksama. Namun tidak ketemu. Barulah setelah dibantu kru dipo, dia menemukan lok tersebut sedang stabling manis di jalur pengisian HSD.

Apel Busuk, Part 6



--Priscila's POV--

Panitia lalu menggelar undian untuk memutuskan di grup mana Indonesia akan masuk. Dan hasilnya adalah, Indonesia bergabung dalam grup A untuk kelompok putra, dan grup X untuk kelompok putri.

Usai dibagikan ID card, anggota tim inti pun berpencar menuju ruangan masing-masing. Priscila bersama dua orang temanya, Lina dan Rany bergegas menuju ruangan 2B. Mereka bertiga adalah perwakilan untuk cabang "Astronomi dan Astrofisika".

Di dalam ruangan, para peserta tampak sibuk mengerjakan soal teoritis. Sementara beberapa pria berjubah hitam tampak berkeliling mengawasi. Priscila dan kedua temanya kemudian dipersilahkan duduk dan mengerjakan soal teori setebal 100 halaman secara berkelompok.

--Nathan's POV--

Nathan masih menunggu Naya dengan sabar. Namun ketika hari mulai gelap, kesabaranya mulai habis. Ia segera beranjak dari situ.

"Hei" cegah seseorang dibelakangnya ketika dia baru melangkah.

Nathan menoleh kebelakang.

"Naya!" serunya.

Apel Busuk, Part 5



Minibus yang membawa pulang Nathan dan teman-temanya terseok-seok melewati jalanan berbatu dan berbelok-belok menuju Wijen. Supir nampak sangat kelelahan, sesekali ia terlihat menguap. Sementara penumpangnya yang berjumlah empat orang, yaitu pak Ujang, PPKA Bugil, staff PK/OC, dan Nathan sudah tertidur pulas.

Dalam mimpinya Nathan masih saja membayangkan Priscila yang pergi ke London. Ia masih bertanya-tanya dalam hatinya. Mengapa gadis itu pergi kesana.

Ia ingin menelpon balik, tapi tidak punya uang untuk itu. Karena pasti biaya percakapan antar-negara seperti itu sangat mahal. Sedangkan dia belum gajian. Apalagi pembicaraan seperti ini tidak bisa selesai semenit dua menit. Dia tidak mau kalo ditengah percakapan, sambungan terputus karena pulsanya habis.

Apel Busuk, Part 4




Ular besi raksasa itu kemudian berbelok menuju jalur utama. Terdengar dentuman suara flens roda yg patah akibat membelok dengan kecepatan penuh.

Tak lama kemudian,


BRRUKKKK!!!


KA tersebut anjlok dengan dashyatnya di wesel 21a yang tidak terkancing dengan jalur utama.


Lokomotif penarik terguling ke sisi kiri rel dan menghantam rumah penduduk yang sedang terlelap hingga hancur tak berbentuk
. Sementara deretan gerbong KKBW terlepas tidak beraturan. Ada yang terguling ke arah gudang logistik, terseret ratusan meter, menghantam pepohonan, bahkan ada juga yang tercebur ke kali.

"Gileee.." seru Nathan takjub melihat kerusakan yang terjadi .


Sementara disebelahnya, pak Ujang langsung pingsan melihat itu semua

Apel Busuk, Part 3



Dengan secepat kilat, Nathan berlari meninggalkan Priscila dan Naya. Ia meliuk melewati kerumunan penumpang. Tujuanya hanya satu. Lari sejauh mungkin dari Priscila.

--Priscila's POV--

"Lu gak ngejar dia Pris?" tanya Naya.

Priscila diam saja. Ia menatap rangkaian KA Banyubaru yang mulai bergerak meninggalkan stasiun Wijen dengan tatapan kosong.

--Nathan's POV--

Nathan berhasil melompat masuk kedalam rangkaian KA Banyubaru dengan susah payah. Walau hanya bisa di bordes karena okupansi KA Banyubaru yg selalu overloaded, tapi ia bersyukur bisa kabur. Toh, dia berencana akan turun di stasiun berikutnya dan kembali ke Wijen.

"Mau kemana kak?" tanya seorang cewek yg juga ngebordes bersama dia karena tidak kebagian tempat duduk.

"Ke Bakul" jawab Nathan singkat.

Bakul adalah stasiun perhentian berikutnya setelah Wijen.

"Oh, mau ngapain ke Bakul?" tanya cewek itu lagi.

"Mau ke perpustakaan" jawab Nathan asal.

"Loh, mau ngapain ke perpustakan?" tanya cewek itu semakin kepo.

"Menurut lu? Masa iya gue mau berak di perpustakaan" dengus Nathan kesal.

Apel Busuk, Part 2



Sebelum sosok itu semakin mendekat, Nathan dengan refleks menarik tangan Priscila untuk bersembunyi di belakang pohon. Mereka lalu mengintip dari antara sulur-suluran liar. Tampak sosok itu mendekat kearah mereka!

"Dia kesini" bisik Priscila dengan suara ditahan. Ia sangat ketakutan.

Nathan bisa merasakan jantung gadis itu berdegup kencang, nafasnya pun tidak karuan seperti desau air bah. Nathan juga merasakan hal yang sama. Ia begitu ketakutan. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan. Apalagi ia tidak bisa bela diri. Satu-satunya ilmu bertahan hidup yang dimilikinya hanyalah lari ngacir dan sedikit tekhnik dasar berenang.

Nathan mengenggam erat tangan Priscila. Ia menatap mata gadis itu dalam-dalam mencoba menenangkanya. Dulu mereka pernah satu sekolah saat SMP. Karena sering menghabiskan waktu bersama, diam-diam Nathan suka sama Priscila. Persis seperti kata pepatah, witing tresno jalaran soko kulino. Tapi karena sadar Priscila anak orang kaya sementara ia hanya anak yatim, Nathan terpaksa memendam perasaanya. Mungkinkah ini waktunya dia menyatakan perasaanya.

Apel Busuk



Stasiun Tenjo - Mulai hari ini blog Stasiun Tenjo akan menerbitkan cerpen bersambung mengenai kisah percintaan seorang juru langsir secara berkala. Penerbitan cerpen ini sama sekali tidak menjadikan blog Stasiun Tenjo menjadi blog cerpen. Melainkan hanya sebagai pengisi kekosongan artikel, sekaligus sebagai hiburan belaka. Cerpen berjudul Apel Busuk ini masih berhubungan dengan dunia perkeretapian dan dikarang oleh salah satu admin blog. Jika anda tertarik membaca, silahkan di bookmark (CTRL+D) postingan ini, karena seluruh part yang sudah terbit akan terdaftar disini secara otomatis. Terimakasih.

Apel Busuk, Part 1



Siang ini sama seperti siang sebelumnya. Awan putih yang sedari tadi menghiasi langit, perlahan mulai berarak perlahan meninggalkan sang mentari sendirian. Masing-masing pergi menghilang hingga tak ada lagi yg tersisa satupun di langit. Seolah membiarkan sang mentari menyengat penduduk kota dengan teriknya.

Namun warga kota nampak tidak mempedulikan teriknya sinar matahari. Masing-masing sibuk dengan urusanya sendiri.

Sementara itu di sisi lain kota, di stasiun Wijen, tampak seorang pemuda tengah asyik berteduh di ruang tunggu. Pemuda kurus itu bernama Nathan. Ia juru langsir di gudang logistik kereta api

Pekerjaanya memang tidak terlalu berat, ia hanya bertugas melangsir gerbong-gerbong dari stasiun ke dalam gudang untuk diisi, kemudian membawanya kembali ke stasiun untuk dirangkaikan dgn rangkaian KA reguler.

Tugasnya baru terasa berat jika lokomotif tua yg biasa ia pakai untuk melangsir mengalami gangguan. Ia harus menunggu kedatangan lokomotif pengganti dari dipo selama berjam-jam. Hal tersebut dikarenakan jauhnya jarak dipo dengan stasiun. Namun beruntung hari ini "simbah", demikian julukan lokomotif tua tersebut, sedang tidak 'ngambek', sehingga ia punya banyak waktu luang