Kereta Api Di Masa Mendatang

Stasiun Tenjo - Pagi ini sama seperti pagi lainya. Fajar, embun, awan. Semuanya sama. Aku menyeruput perlahan kopi panas dihadapanku. Kopi panas yang sama. Sama seperti langit dan semua kesibukan stasiun di pagi hari yang terbentang dihadapanku. Barangkali bedanya hanya pagi ini endapan kopi masih nampak menggumpal di beberapa sudut gelas plastik yang melonyot menahan panas. Kuhirup dalam-dalam aroma kopi, sembari kembali melirik jam tangan butut warisan Kang Ujang, mantan pegawai juru rumah sinyal, yang terkenal keramahanya itu. Ya keramahan para pegawai stasiun kecil ditengah hutan Sumatera sana memang sangat membekas. Sebenarnya jam ini kubeli dari pria asli Sunda ini karena selalu melihatnya tiap kali Kang Ujang menyapa setiap kami yang melintas dari rumah sinyal. Jamnya selalu berganti warna, namun modelnya sama. Usut punya usut ternyata Kang Ujang punya toko arloji di bumi Parahyangan sana. Kuamati perlahan jarumnya yang bergerak seolah sangat lambat. Ya entah untuk yang keberapa kalinya. Kereta telat lagi.