Apel Busuk, Part 19


--Nathan's POV--

DRRRRRTTTT..

Raungan gahar lokomotif tua BB306-10 membahana di seantero stasiun Wijen. Seorang pegawai yang tidak lain adalah masinis KA lokal Banyubaru, tampak berdiri di kamar mesin memeriksa kesiapan dinas. Sedangkan dua orang temanya yaitu kondektur dan juru api alias asisten masinis, berjongkok dibawah lokomotif. Mereka mengamati rangka bawah lokomotif dengan seksama.

"Mau kemana lu?"

Nathan tidak menjawab. Ia bergegas melengos pergi. Pikiranya sedang kacau hari ini. Gara-gara KA  sialan yang ditumpanginya mogok, dia gagal menjemput Priscila di bandara. Sekarang dia harus kembali ke Sidopoto untuk berdinas. Benar-benar menyebalkan!

"Bu, kopi satu" pesan Nathan.

"Kopi apa mas'e" tanya pemilik warung dengan logat Jawa yang kental.

"Kopi luwak aja bu" sahut Nathan sambil duduk

"Oke. Ditunggu ya mas"

Nathan mengamati suasana stasiun dari dalam warung dengan malas. Dia berkhayal kalau saja Jokowi blusukan kesini. Dia pasti sudah mengadukan mess pegawai Wijen yang mirip kandang kebo. Tapi rasanya tidak mungkin juga presiden datang kesini, dia kan pasti sedang berdebat dengan Tony Abbott, si PM sialan itu.

"Ini kopinya mas"

"Oh, makasih bu"



Nathan menyeruput kopinya perlahan. Di pojok warung tampak berkumpul beberapa pegawai yang sedang menikmati coffee morning. Nathan bisa melihat pak Ujang, kepala stasiun Wijen disana.

"Hoy Nath" seru Tri

Nathan pura-pura tidak dengar.

PLUK

Sebiji goreng pisang panas mendarat di pipi Nathan. 

"Aww! Kamprett"

"Wkwkwkwk.." 

"Makanya ngumpul dong. Nyendiri aja lu!"

"Bagong, bagong"

Dengan malas Nathan bergabung. Ia sudah paham betul apa yang jadi bahan pembicaraan mereka. Benar sekali! Pasti tidak jauh-jauh dari urusan selangkangan.

"Hufth.." Nathan menyiapkan kupingnya mendengar percakapan cabul mereka. Tapi, hah, tunggu dulu. Ternyata mereka sedang membicarakan yang lain kali ini.


"Jadi ada kaitan antara PLH KA Mewah dengan pelaku pencurian di kampung Sosrowijen?"

"Hah!"

"Apa!?" Nathan menyemburkan kopinya.
 
Polisi yang duduk paling ujung menghela nafas panjang.

"Ada apa ini sebenarnya?" tanya Hartono heran.

"Entahlah" timpal Dody tidak kalah heran. Mereka berdua ikut bersama Nathan ke Wijen untuk refreshing.
 
"Saya takut dia saksi kunci dalam kasus PLH KA Mewah.." ucap si polisi pelan.

"Dan apa mungkin PLH Wijen juga?'

"Masih terlalu dini mengatakanya.."

"Tapi apa motifnya?" tanya Nathan.

"Belum tau. Kita masih mendalami kasus ini"

"Apa mungkin KA Bima disabotase?" terka Dody dengan mimik serius.

Sang penegak hukum tidak menyahut. Dia nampak memikirkan juga terkaan Dody itu. Sangat masuk akal jika kereta termewah itu disabot.

"Kita masih harus meneliti segala dugaan"


Nathan merengut. Dia masih bingung kaitan antara kedua kasus ini. Seorang maling koin emas dan kecelakaan kereta. Apa hubunganya?

--Priscila's POV--

Pagi-pagi benar, Priscila bergegas menuju stasiun Wijen. Dia sangat ingin bertemu Nathan. Rasa kangen yang bergumul di dalam dada sudah sangat menyesakkan hatinya. Dia harus bertemu pacarnya itu juga hari ini. Walaupun harus bolos dari kampus tempatnya menimba ilmu.
Tok, tok, tok

Priscila mengetuk pintu ruang kepala stasiun.

"Masuk' sahut suara dari dalam.

Krekk

Priscila mendorong pintu perlahan. Di dalam ruangan nampak dua orang lelaki sedang memandangi sesuatu di atas meja. Seorang nampak tua, sedangkan yang seorang lagi lebih muda. Dan dari bentuk meja yang mereka lihat, Priscila bisa menduga itulah yang dimaksud meja layan. Nathan pernah bercerita kalau di meja itulah, seluruh perjalanan kereta api di sebuah stasiun diatur.

"Ada apa ya?" tanya lelaki yang tua. Kalau tidak salah dia adalah kepala stasiun Wijen. Tapi Priscila lupa namanya.

"Mmm.. saya mau cari Nathan pak"

"Ohh.." seru lelaki yang lebih muda sambil bangkit berdiri

"Bapak kenal?"

"Hahaha. Kenal dong! Si kampret itu kan temen saya" sahut lelaki itu cengegesan. Priscila hanya mengernyitkan dahinya.

"Silahkan duduk, duduk" ucap lelaki itu kemudian sambil menjulurkan tanganya kearah sebuah kursi

"Jadi dia kemana?" tanya Priscila setelah duduk.

"Dia pindah tugas"

"Pindah tugas?" ulang Priscila dengan nada bingung.

 "Iya dia pindah tugas ke daerah Merah, berhubung kurangnya pegawai disana"

"Merah?"

"Iya, dia dinas lokalan Manis Merah" sahut kepala stasiun menimpali.

"Ohh" ucap Priscila hambar.

Suasana kemudian hening. Pak kepala stasiun yang belakangan baru dia ingat bernama pak Ujang tampak termenung murung. Sedangkan si lelaki yang lebih muda manggut-manggut tidak karuan. Dia mungkin memikirkan kenapa bisa pemuda seperti Nathan ketiban rejeki berpacaran dengan gadis secantik Priscila.

"Ya udah pak. Saya pamit" ucap Priscila setelah beberapa lama terdiam.

"Oh, oke oke. Titi DJ ya!'

"Bye" seru lelaki yang lebih muda sambil melambaikan tanganya dan tersenyum genit.

--Niall's POV--

Niall tidak bisa konsentransi dengan pelajaran vokal yang diberikan. Di kepalanya masih saja terbayang bayangan gadis Indonesia itu. Kemarin, dia tidak dapat tidur semalaman dan sekarang dia tidak bisa belajar apapun. Efek jatuh cinta memang benar-benar sangat merusak. Dia merasa hidupnya tidak berarti tanpa kehadiran gadis bermata cokelat itu.

"Oyy" seru Zayn mengagetkan lamunanya.

Niall memicingkan matanya. Masih terpendam rasa kesal karena dia lah penyebab insiden H&E Centre yang membuat gagal bertemu Priscila.

"Relax broh. I have an idea for you"

Niall tidak menjawab. Ia malas menanggapi. Matanya masih mengawasi temanya dengan seksama. Menunggu saat dia lengah, lalu menghadiahinya dengan guyuran air kobokan.

"My idea is.."

"Why you didn't go to Indonesia?"

Heikk..

Niall tersedak mendengarnya. Ide itu kedengaran tidak masuk akal. Tapi tunggu dulu, itu sepertinya jenius juga!

--Priscila's POV--

"Pris.."

Priscila menoleh ke belakang. Sesosok pemuda kurus kerempeng berdiri di hadapanya. Wajahnya terlihat kusam dengan lumuran oli di seragam yang dikenakan.

"Nathan!" jerit Priscila riang.

Priscila berlari memeluk Nathan dengan erat. Air matanya berlinang. Membasahi seragam yang dikenakan Nathan. Hatinya masygul sekali.

"Hiks, ka-kamu k,kemana aja?" tanya Priscila terisak.

"Maaf Pris" ucap Nathan pelan.

"Aku sayang kamu Nath.."

"Jangan marah lagi y-yahh.." pinta Priscila lirih.

"Iya Priscila sayang.." ucap Nathan tersenyum.

Priscila tidak menyahut. Gadis itu tetap memeluk Nathan dengan eratnya. Rasanya ia tidak mau berpisah lagi darinya. Tidak. Ia tidak mau.

"HEIII!" seru sesorang tiba-tiba.

Nathan melepaskan pelukan Priscila dengan paksa. Mata Priscila memandang Nathan dengan sendu. Ia bisa melihat kepanikan di wajahnya.

"Apa-apaan ini!" bentak orang itu.

"M-ma, maaf pak" ujar Nathan terbata.

PLAKKK!!!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Nathan.

"Ayahhh!" jerit Priscila histeris.

"Maaf oom, m-maaf"

BUKKK!!!

Sebuah tendangan keras menghantam kaki Nathan. Disusul sebuah tonjokan di danya yang membuat tubuh Nathan terjengkang.

"Ayahh udaah.. Ayaahh.." tangan mungil Priscila menahan kaki ayahnya yang bersiap menendang pacarnya sekali lagi.

"Oom saya minta maaf oom.."

"DIAAMM!"

BAKKK!!!

Nathan terhenyak. Dadanya terasa sesak sekali. Pandanganya berkunang-kunang. Yang dia rasakan berikutnya, tubuhnya seperti dibopong. Sedangkan suara ramai orang banyak sayup-sayup terdengar.

*bersambung*

Artikel Lainya:

No comments:

Post a Comment

Sampaikan komentar anda disini. No SARA & Rasis. Terimakasih