Apel Busuk, Part 1



Siang ini sama seperti siang sebelumnya. Awan putih yang sedari tadi menghiasi langit, perlahan mulai berarak perlahan meninggalkan sang mentari sendirian. Masing-masing pergi menghilang hingga tak ada lagi yg tersisa satupun di langit. Seolah membiarkan sang mentari menyengat penduduk kota dengan teriknya.

Namun warga kota nampak tidak mempedulikan teriknya sinar matahari. Masing-masing sibuk dengan urusanya sendiri.

Sementara itu di sisi lain kota, di stasiun Wijen, tampak seorang pemuda tengah asyik berteduh di ruang tunggu. Pemuda kurus itu bernama Nathan. Ia juru langsir di gudang logistik kereta api

Pekerjaanya memang tidak terlalu berat, ia hanya bertugas melangsir gerbong-gerbong dari stasiun ke dalam gudang untuk diisi, kemudian membawanya kembali ke stasiun untuk dirangkaikan dgn rangkaian KA reguler.

Tugasnya baru terasa berat jika lokomotif tua yg biasa ia pakai untuk melangsir mengalami gangguan. Ia harus menunggu kedatangan lokomotif pengganti dari dipo selama berjam-jam. Hal tersebut dikarenakan jauhnya jarak dipo dengan stasiun. Namun beruntung hari ini "simbah", demikian julukan lokomotif tua tersebut, sedang tidak 'ngambek', sehingga ia punya banyak waktu luang


Simbah

"Permisi" sapa seorang gadis mengagetkan Nathan yg tengah serius melamun.

"Eh" Nathan menoleh.

"Mmm.. maaf. Boleh tau sekarang jam berapa?" tanya gadis berambut panjang itu malu-malu.

Nathan menoleh ke jam tanganya.,

"Jam dua mbak" jawabnya.

"Oh, makasih" gadis itu menganggukan kepalanya lalu tersenyum dan beranjak pergi.

Deg! Tiba-tiba Nathan merasa jantungnya berdegup kencang. Apa mungkin ia jatuh cinta, pikirnya keras.

Senyum manis wanita itu begitu mirip dengan senyum Natasha, mantan pacarnya yg tewas tergilas truk kacang dua tahun lalu.

"Eh, mbak.." panggil Nathan sebelum gadis itu menjauh

Merasa dipanggil, gadis itupun berhenti, lalu berbalik menatap Nathan dengan pandangan bertanya-tanya.

Gila, ini benar-benar gila, pikir Natan. Entah dapat kekuatan apa, tiba-tiba ia berani mencegah gadis itu pergi. Selama ini ia begitu pemalu. Apalagi urusan cewek!

"A-a.. Anu, eh, itu ada yg jatuh" tunjuk Nathan ke lantai.

Buset, ia benar-benar habis akal. Pertama, kenapa bisa-bisanya ia menahan gadis itu. Kedua, apanya yg jatuh. Kali ini Nathan benar-benar berharap sebuah batu beton jatuh menimpa dia sekarang.

"Gak ada" gumam gadis itu setelah membungkuk melihat sekeliling.

Nathan sekarang merasa bego sebego-begonya. Jantungnya berdegup kencang, sementara otaknya mencari-cari alasan.

"Engg.. anu, hati mba jatuh ke hatiku" gombal Nathan.

"Jeh.." desis gadis itu dengan ekspresi menahan muntah.

Nathan hanya tersenyum malu. Ia benar-benar mengutuki dirinya saat ini. Tapi, ya mau gimana lagi, pikir Natan. Dia sudah kepalang tanggung.

"Mmm.. mba tadi nanya jam, emang mau kemana?" tanya Nathan mengalihkan pembicaraan.

"Mau ke Yogya" katanya sambil menunjukkan selembar karcis.

Nathan mengambilnya, dan mengamat-amatinya sejenak. Di tiket tertulis nama gadis itu. Riri Dwi Anggaraini.

Yeah, girang Nathan dalam hati.

"Ini masih lama mba Riri, KA Kebo Wong berangkat jam tiga, sekarang baru jam dua" kata Nathan sambil mengembalikan karcis itu.

"Eh, kok tau nama saya?" tanya gadis itu.

Nathan menunjuk kearah tiket, sambil tersenyum penuh arti.

Gadis itu hanya melongo lalu membolak-balikan tiket. Ternyata memang ada namanya disitu. Pantas saja tadi dia dimintai KTP waktu membeli tiket. Sudah banyak perubahan di PT. KAI, pikirnya.

Selagi gadis itu melihat tiket, Nathan memanfaatkanya untuk mengamati gadis itu dari atas hingga kebawah. Hingga tanpa sadar mulai mengaguminya.

"Biasanya kan Kebo Wong berangkat jam setengah dua, makanya kirain udah berangkat" ujar gadis itu kemudian.

"Memang sih, KA Kebo Wong berangkat lebih awal dari jadwal semula. Ini dikarenakan mulai beroperasinya jalur ganda petak Cibangke-Maot sepanjang hampir 52km. Jadinya gak perlu ada silang susul di jalur tersebut. Dampaknya ya udah jelas, durasi perjalanan bisa dipersingkat sampe sejam lebih" jelas Nathan.

"Oh" gadis itu mengangguk.

Kemudian mereka ngobrol panjang lebar. Nathan banyak bercerita tentang suka dukanya bekerja sebagai juru langsir, sedangkan Riri lebih banyak diam. Mereka terus ngobrol hingga tak terasa sudah jam tiga tepat.

"Masuk di jalur dua, KA Kebo Wong tujuan akhir Yogya. Para penumpangnya agar segera naik" kumandang PPKA.

Nathan pun mengantar Riri kedalam rangkaian, dan mencarikan nomor bangkunya. Sebelum turun, ia sempat meminta nomor Riri. Nathan lalu pulang setelah KA Kebo Wong berangkat. Sebelum pulang ia mampir membeli salak untuk 'cemilanya' di kostan sambil menelpon Riri.

Pilihanya ternyata salah. Karena setibanya di kost, salak yg dibelinya ternyata busuk. Ia pun emosi dan melempar salak itu ke tong sampah.

"Bangke kuda, kecoak bugil, eek tikus, tokek panggang, sate kalong" maki Nathan kelewat kreatif.

Sebelum ia sempat melanjutkan kutukan mautnya kepada mbak-mbak penjual salak. Tiba-tiba telponya berdering. Ada panggilan masuk dari Riri!


Nathan melonjak kegirangan karena tahu Riri menelpon. Ia mulai menari-nari ala orang gila. Ketika ia selesai menari tarian hula-hoopa-hoopa dan hendak hendak melanjutkan ke joget bapa-lo bapa-lo, tiba-tiba ponselnya berhenti berdering.

"Kambing" maki Nathan begitu menyadari ia terlalu asyik berjoget riang gembira sampai lupa mengangkat telpon Riri.

Nathan pun berharap Riri menelponya kembali. Kali ini ia bersumpah akan langsung mengangkat begitu ada panggilan masuk dari Riri. Ia menduga tadi Riri menelpon karena sedang bosan di perjalanan dan butuh teman mengobrol.

Namun setelah sejam berlalu, tidak ada satupun panggilan masuk. Karena sudah mulai frustasi, akhirnya Nathan memutuskan untuk menelpon balik. Tak lama kemudian terdengar nada sambung.

Tut.. tut.. tut..

Nathan menanti telponya diangkat dengan deg-degan. Ia berharap gadis itu mau mengangkat telponya. Namun kemudian yang terdengar hanyalah suara sumbang dari operator.

"Nomor yang anda tuju sedang sibuk atau berada di luar jangkauan. Cobalah.."

Tit. Nathan mematikan telponya. Pasti gadis itu sudah tertidur sekarang, gumam Nathan.

Ia melirik kearah jam dinding, sudah jam sebelas malam rupanya. Baiklah, ia tidak akan menelpon lagi. Ia tidak mau dianggap pengganggu tidur orang. Nathan lalu memutuskan untuk tidur. Ia berjalan ke arah kasurnya.

Namun entah mengapa ia tidak bisa tidur. Suasana malam ini terasa begitu mencekam karena lolongan kawanan anjing liar yang terdengar begitu memilukan diluar sana. Padahal sedang tidak ada purnama malam ini, dan bahkan langit malam begitu cerah bertabur bintang.

Apa mungkin salah satu anggota kawanan anjing liar tersebut ada yang mati sehingga teman-temanya meratapinya, pikir Nathan. Mungkin sedikit lebay, tapi anjing liar memiliki rasa solidaritas yang kuat. Namun apapun itu, suara lolongan kawanan anjing liar itu sangat mengganggu. Ia tidak bisa tidur.

Tok tok tok..

Oke sekarang apa, rutuk Nathan sambil bangkit dari kasurnya. Ia melangkah gontai ke depan pintu kostnya.

Tok toroktok tok tok..

Ketokan pintu semakin keras. Nampaknya sang tamu sudah tidak sabaran.

"Iya sabar!" ujar Nathan setengah berteriak.

"Nat, buka. Woy nat" balas si penggedor.

Krek.. Nathan membuka pintu kostnya.

"Naya!" jerit Nathan.

"Lu ngapain kemari malem..."

Belum sempat Nathan melanjutkan pertanyaanya, gadis ayu berambut sebahu itu langsung menarik Nathan keluar dari kostnya ke pinggir jalan. Sialan ternyata kelanjutanya tidak seperti film-film bokep Jepang yang saban hari ditontonya.

Di jalan nampak beberapa bapak-bapak dan ibu-ibu mondar mandir di jalanan. Ada yang bawa pentungan, panci, obor, bahkan golok. Suasana sedikit riuh. Namun lolongan kawanan anjing liar masih terdengar sesekali

"Ini pada kenapa Nay?" tanya Nathan celingukan dengan tampang bego.

Naya tidak menyahut, ia malah beranjak menuju sekumpulan ibu-ibu PKK di depan Posyandu yang tengah asyik mengobrol.

Nathan kini sendirian dan kebingungan. Ia mondar-mandir kesana kemari mencari orang yang bisa ditanyai. Namun semuanya nampak sibuk dengan urusan masing-masing. Ada yang mengobrol, membangunkan warga lain yang masih tertidur, membunyikan kentongan dan bahkan ada yang mengasah golok. Mungkinkah ada yang mau dibunuh malam ini, batin Nathan menduga-duga.

"Hai" sapa seorang gadis tiba-tiba.

"Priscilla"

Gadis itu tersenyum. Menunjukkan barisan gigi putihnya yang tersusun rapi.

"Ini ada apa sih, Pris? Kenapa pada ngumpul sama bawa golok segala?" cecar Nathan tidak sabaran.

"Tenang nat, tenang.." ucap gadis itu lembut.

"Iya. Tapi ada apa?" tanya Nathan kembali. Kali ini ia menurunkan suaranya.

"Ada maling" jawab gadis bernama Priscila itu.

"Hah!" Nathan terpelongo bego.

"Iya, ada yang kemalingan. Pak Kades korbanya" gadis itu memperjelas.

"Maling?" ulang Nathan datar.

Ia berasa seperti ada sebuah bogem mentah menghantam dadanya. Bagaimana tidak. Selama ini kampung Sosrowijen, tempatnya tinggal, terkenal sebagai kampung yang aman dan bebas kejahatan. Jangankan maling. Aksi semacam pemalakan saja tidak pernah terdengar di kampung tempatnya tinggal. Namun kali ini, ada yang kemalingan. Ini benar-benar luarbiasa. Terlebih korbanya bukan main-main, pak Kades! Kalo di kereta api, mungkin sudah PLH namanya.

Priscila kemudian menjelaskan panjang lebar kepada Nathan kronologi peristiwa pencurian tersebut.

Tak lama kemudian terdengar suara nyaring sirine. Nampak dua mobil patroli berwarna cokelat milik Polsek Sosrowijen datang. Begitu pintu mobil terbuka, para anggota kepolisian langsung disambut makian dan teriakan kecewa para warga.

"Pasti karena kelamaan datang" bisik Priscila.

.
Nathan mengangguk tanda setuju dengan gadis itu.

Seorang polisi mencoba menenangkan warga dan minta maaf sana sini. Kemudian langsung bergerak untuk olah TKP.

Nathan mulai mengira-ngira apa yang sedang terjadi malam itu. Suara lolongan kawanan anjing liar, dan pencurian. Apakah ada hubungan antara suara lolongan kawanan anjing liar dengan kasus ini?
Atau jangan-jangan lolongan kawanan anjing liar itu berarti peringatan kepada warga bahwa ada penjahat masuk ke kampung?

Tiba-tiba terdengar suara lolongan anjing liar lagi dan tak lama kemudian...

DUAAARRR!!!


Sontak seluruh warga terkaget-kaget mendengar suara itu. Beberapa ibu-ibu bahkan ada yang jatuh pingsan karena kagetnya. Sementara anggota kepolisian langsung berhamburan keluar dari rumah pak Kades begitu mendengar suara tersebut.

"Darimana asalnya?" tanya seorang polisi.

Tentu tidak ada yang menjawab. Semua warga sedang sibuk mengevakuasi korban pingsan ke halaman Posyandu sementara yang lain berlarian entah kemana. Suasana begitu mencekam.

"Joko, panggil paramedis. Sisanya ikut saya mencari sumber suara!" perintah seorang polisi berbadan tambun kepada polisi lainya. Dilihat dari gendutnya perut yang dimiliki, dia pasti atasan para polisi tersebut.

Ditengah riuhnya para warga. Nathan menarik Priscila menjauh dari kerumunan.

"Apa menurutmu suara itu, suara tembakan?" tanya Nathan setelah mereka berdua agak jauh dari kerumunan warga.

"Gak tau" jawab Priscila sambil menggeleng.

Nathan melanjutkan berjalan, tanganya tetap memegang Priscila. Ia tidak peduli yang dipegang tengah meringis kesakitan karena kerasnya peganganya.

"Kita kemana?" tanya Priscila setelah berjalan sekitar 500 meter.

Nathan tidak memperdulikan pertanyaan gadis itu. Ia tetap berjalan, kali ini langkahnya lebih cepat dan semakin cepat hingga seperti berlari. Priscila hanya bisa mengikutinya dengan nafas terengah-engah. Ia tahu temanya mungkin sudah mengetahui sumber suara tadi. Tapi mengapa mengajak dia dan bukan polisi, protes Priscila dalam hati.

Mereka terus berjalan. Di tengah jalan mereka berpas-pasan sekelompok warga yang sedang meronda. Mereka nampak berlari tergopoh-gopoh ke arah rumah pak Kades. Mereka terlihat begitu panik hingga tidak memperdulikan Nathan dan Priscila.

"Aku capek!" teriak Priscila sambil mengebaskan tangan Nathan dari lenganya.

Nathan menghentikan langkahnya lalu menoleh kearah Priscila. Nampak peluh di wajahnya mulai bertetesan. Ia sendiri merasa kasihan melihat gadis itu kelelahan.

"Yaudah. Kamu tunggu disini" perintah Nathan kemudian.

"Kamu mau kemana sih sebenarnya?" tanya Priscila ketus.

Nathan tidak menjawab. Ia kembali berlari.


"Hei tunggu!" teriak Priscila.

Namun Nathan tetap berlari, sehingga Priscila terpaksa kembali mengejar Nathan. Kali ini dengan sisa-sisa tenaganya. Tidak mungkin ia mau menunggu di tempat gelap seperti ini. Bisa-bisa dia didatangin maling itu.

Mereka berdua terus berlari membelah gelap malam. Mungkin sudah 15 km jarak yang mereka tempuh.

Priscila merasa sangat kelelahan. Ia tidak tahu apakah Nathan juga kelelahan, tapi yang jelas ia sudah mau pingsan. Dia berharap pemuda kurus itu berhenti sekarang. Tapi tidak ada tanda tanda Nathan akan berhenti, malah ia tambah cepat berlari.

Mereka berlari terus ke utara, kearah gunung. Setibanya di belokan yang ada jalan kecil, barulah Nathan berhenti. Melihat Nathan berhenti, Priscila sangat bersyukur rasanya.

"Apa?" tanya Priscila dengan nafas tersengal-sengal setelah tiba di hadapan Nathan.

Nathan memperhatikan wajah gadis itu. Ia nampak begitu cantik walau tengah keringatan. Ah, dia kan memang selalu cantik, gumam Nathan dalam hati.

"Capek?" ejek Nathan lengkap dengan lidah menjulur.

"Menurut lo!" balas Priscila kesal sambil mendorong tubuh Nathan hingga terjatuh lalu menendang kakinya.

Nathan hanya tertawa saja.

"Kita ngapain sih disini?" tanya Priscila setelah puas melihat Nathan terjatuh.

Nathan berguling ke samping pohon, ia mengatur nafasnya sejenak dan bangkit. Gadis itu hanya mengernyitkan dahinya melihat temanya berguling-guling.

"Suara tadi bukan suara tembakan" ujar Nathan setelah berdiri.

"Trus?" tanya Priscila dengan antusias.

"Itu pengalih perhatian.."

Tepat dugaan Priscila, temanya itu sudah tahu sesuatu mengenai suara tadi. Ia pun membiarkan temanya melanjutkan kata-katanya.

"Mereka berusaha mengalihkan perhatian para warga yang sedang berjaga-jaga di semua akses keluar kampung.."

"Lihat itu" tunjuk Nathan ke semak di samping Priscila.

Priscila menoleh. Tampak sepuntung rokok yang masih ada baranya disana. Juga bungkus permen dan beberapa potong korek api yang sudah terpakai.

"Itu pasti sisa warga yang tadi sedang meronda. Mereka langsung pergi begitu mendengar suara tadi" ujar Priscila setelah memegang beberapa batang korek api yang masih terasa hangat.


"Kau ingat saat kita berpapasan dengan warga yang meronda tadi. Mereka terlihat panik" ujar Nathan lagi. Kali ini matanya menatap kearah bukit.

"Iya ingat. Lalu kenapa kita kesini?" tanya Priscila lagi. Pertanyaanya masih belum terjawab.

"Bodoh. Ini kan jalan alternatif satu-satunya menuju kota. Maling itu pasti mengincar jalan ini untuk kabur. Dan begitu tau ada warga berjaga disini, mereka sengaja membuat suara tadi untuk memecah konsentrasi. Sehingga jalan ini kosong dan mereka bisa kabur" terang Nathan.

"Jadi kamu kesini mau menangkap maling itu?" sergah Priscila seolah tak percaya.

"Kita harusnya mengajak polisi bukan aku" jerit Priscila. Ia nampak sangat amat ketakutan.

"Ssttt.. pelankan suaramu" bisik Nathan.

Dari kejauhan terdengar suara langkah lari seseorang, makin lama makin dekat kearah mereka..



*bersambung*

Artikel Lainya:

No comments:

Post a Comment

Sampaikan komentar anda disini. No SARA & Rasis. Terimakasih