Apel Busuk, Part 11



"Nat, udah dulu ya. Udah malem" ucap Priscila kemudian.

"Loh, malam? Kok rasanya tadi denger ayam berkokok" sahut Nathan.

"Disini jam 8 malam. Disana ya subuh.."

"S-subuh?" gumam Nathan seraya menoleh ke jam dinding yang menempel di tembok ruang tunggu.

"Iya kan beda 7 jam. Kenapa?" tanya Priscila bingung.

"Udah jam 3 pagi, wkwk"

"Tapi kamu gak dinas kan?" tanya Priscila.

"Eh, n-nggak kok" jawab Nathan menggeleng.

"Beneran?" selidik gadis itu.



"Iya iya" jawab Nathan berbohong. Padahal sebenarnya dia ada jadwal dinasan KA 377 jam 04.30 nanti. Dia terpaksa berbohong karena takut pacarnya itu marah. Sejak dulu, gadis itu selalu mengkritik jam tidur Nathan yang berantakan.

"Mmm, yaudah. Aku off dulu ya"

"Oh, ok. Malem sayang" ucap Nathan.

"Iya. Malem.." balas Priscila.

"Malem doang?"

"Hehehe lupa.. Malam sayang" ucap gadis itu seraya tersenyum malu. Rupanya dia belum terbiasa memanggil Nathan dengan sebutan itu.

"Ok deh.. Bye"

"Bye" balas gadis itu melambaikan tanganya.

Tilt.

Sambungan kemudian terputus. Nathan mematikan laptopnya. Lalu bergegas kembali ke mess pegawai. Masih ada waktu satu jam sebelum dinasan. Lumayan buat tidur.

"Darimana aja kamu?" tanya kakek penjaga mess begitu melihat Nathan.

"Cek lok pak. Flens rodanya aus" jawab Nathan asal.

"Ouh.. Jadi sampeyan JRR yang merangkap assisten masinis sekaligus TKA? Hebat hebat" sindir kakek itu.

"Hahaha" Nathan hanya tertawa mendengarnya.

"Malah ketawa" dengus si kakek kesal.

"Hahaha.. Maaf pak" ucap Nathan disela tawanya.

--Priscila's POV--

Priscila tengah meringkuk di atas tempat tidurnya, terbungkus selimut tebal. Sudah beberapa kali dirinya bolak-balik mengganti posisi tidur, namun tetap saja kantuk belum menyerangnya. Gadis pintar itu sungguh hampir tidak habis pikir bisa-bisanya dia berpacaran dengan Nathan.

Memang keputusan itu dirasa yang terbaik. Tapi jauh di lubuk hati yang paling dalam, ia masih merasa bingung dengan perasaanya sendiri. Apa yang dialaminya terdengar seperti penggalan novel picisan yang sering dibacanya. Hanya bedanya, novel yang dibacanya mengisahkan kisah percintaan seorang pangeran tampan dan kaya raya bukan seorang pemuda juru langsir.

Hufth, lenguh Priscila.

Tangan gadis itu kemudian merayap keatas meja. Merogoh ponsel di kantong tasnya. Lalu dengan cepat jari jemarinya memencet nomer Naya. Ia benar-benar butuh teman curhat malam ini.

Emeseyu, bahrelway bahrelway..

Terdengar NSP Titanium milik Naya mengalun lembut diujung sana. Tak lama kemudian teleponya diangkat,

"Halo.."

"Halo, Naya!" seru Priscila kegirangan mendengar suara sahabatnya itu.

"Mmh.. Ini, hoaahmm, siapa ya?"

"Etdah, gue Priscila, Nay"

"Oh lu.. Ada apa?" tanya Naya dengan suara serak.

"Lu masih tidur ya?"

"Iya, hmm.. Ada apa sih?"

"Oh, gak jadi deh. Ntar aja gue telpon lagi. Sorry ganggu"

Tit.

Hufth, ternyata dia masih tidur. Masih dibawah alam sadar. Pantas saja suaranya serak, batin Priscila.

Gadis itu kemudian mencoba menghubungi sahabat-sahabatnya yang lain untuk sekadar curhat. Namun, tidak ada yang menjawab. Kalaupun ada, responya tidak memuaskan. Karena yang didengarnya kebanyakan suara menguap ketimbang masukan. Rakyat Indonesia memang masih berada di alam mimpi jam segini.

--Nathan's POV--

KRIINNGG, KRIIINGG..

Jam weker berbunyi nyaring membangunkan Nathan yang tengah terlelap. Pemuda kerempeng itu mengucek matanya dan melirik kearah jam weker mungil tersebut.

"ANJRIT, jam 04.10!" maki Nathan.

Dengan cepat ia bangkit dari ranjang. Lalu segera menyambar seragam R6 miliknya yang tergantung tak berdaya di balik pintu kamar. Semenit kemudian, pemuda itu sudah berlari-lari di jalan menuju stasiun Merah.

"Pagi pak" sapa Nathan dengan rambut acak-acakanya begitu memasuki ruangan KS Merah.

"Wah, wah" decak pak Mujiono, KS Merah melihat Nathan yang awut-awutan.

"Maaf pak. Saya ketiduran"

"Wah, gimana sih kamu!" seru pak Mujiono sedikit membentak.

"Ya, maaf pak. Saya salah" sahut Nathan menundukkan kepalanya.

"Temen kamu mana?"

"Siapa pak?" Nathan balik bertanya.

"Teman dinasan kamu!"

Nathan menggeleng bingung. Ia lalu membuka salinan dinasan yang dibawanya.

"Maksud bapak, Hartono?" tanya Nathan kemudian.

"Ah, iya. Kemana dia?"

"Gak tau pak. Memang belum datang?" tanya Nathan, kali ini seraya membetulkan kerah seragam R6nya yang tidak karuan.

"Belum datang. Heran saya lihat kalian semua!" jawab pak Mujiono dongkol.

"Ya.. maaf pak"

Pak Mujiono tidak menjawab. Pria paruh baya itu kini tengah sibuk membolak-balikan dokumen diatas mejanya. Jam dinding menunjukan pukul 04.20, Nathan hanya bisa pasrah kalo dia di grounded karena masalah ini.

"Udah sana, panasin dulu loknya" suruh pak Mujiono kemudian.

"Lah? Belum dipanasin?" tanya Nathan heran.

"Belum! Udah cepat sana!" seru pak Mujiono seraya menyodorkan bungkusan berisi tuas pembalik arah lokomotif.

"Siap pak!" sahut Nathan yang tanpa membuang waktu, segera menyambar bungkusan tersebut. Lalu berlari menuju subdipo.


Namun setibanya di subdipo, Nathan terperangah melihat jalur yang kosong melompong. Hanya ada lori motor yg TSGO di pojokan. Selain itu tidak ada apapun. Barang lokomotif sebiji pun tidak ada. Bahkan pegawai yg biasa bertugas pun tidak kelihatan batang hidungnya.

"Pak, loknya kagak ada" lapor Nathan kepada KS lewat HT kecil yang dibawanya.

"Hah, gak ada?"

"Iya"

"Kemana ya?" gumam pak Mujiono.

"Oh iya. Tadi kan dipake buat lokpen KA Barang pak.." seru suara lain diseberang sana.

"Lah trus?" tanya Nathan bingung.

"Terpaksa tunggu lok posko dari Air Batu"

"Jadinya KA 377 gimana? Udah jam 04.35 ini" tanya Nathan sambil melihat arloji yang melingkar di tanganya.

"Andil lah" jawab pak Mujiono pasrah.

"Oh oke" gumam Nathan. Kemudian ia berjalan kembali ke stasiun.

Tampak suasana stasiun mulai ramai dipadati penumpang. Sayup-sayup terdengar suara sorakan dari para penumpang yang kecewa mendengar pengumuman keterlambatan KA 377 dari PAP. Kata-kata makian dan sumpah serapah juga mulai bersenandung dari mulut mereka.

Melihat kondisi yang kurang kondusif. Nathan memutuskan putar haluan. Ia merapat ke penjaja makanan yang berjejer rapi di pinggir eks rumah sinyal untuk sarapan. Lumayan sambil menunggu kedatangan lok posko bisa sarapan.

Drrt, drrt..

Ketika baru selesai memesan, tiba-tiba ponsel Nathan bergetar hebat. Ada sms masuk dari Naya.

Woy Nat, laptop gue mana?

"Anjrit" maki Nathan. Dia lupa mengembalikan laptop Naya. Pemuda itu pun langsung buru-buru menelepon balik.

"Halo Nay" sapa Nathan begitu tersambung.

"Lu dimana? Gue ditinggalin" tanya Naya ketus.

"Dines gue. Oh iya, laptop lu gue titipin ke kakek penjaga mess"

"Oh iya udah kok. Ini barusan dikasih"

"Thanks ya"

"Oke, oke. Oh ya, lu ngomong apa aja ama Priscila semalam?"

"Biasa, nanyain kabar"

"Trus?" tanya Naya lagi.

"Mmm.. gue nembak Priscila"

"WHATT!?" seru Naya kaget.

"Iya, hehhe" sahut Nathan cengengesan.

"Trus diterima?" tanya Naya penasaran.

"Yo'i dong" jawab Nathan bangga.

"Oh" ucap Naya datar.

"Kok cuma 'oh' sih?" protes Nathan.

"Ya trus gue mesti bilang WOWW getooh?"

"Wkwkwk"

"Eh, Nat. Udah dulu ya, gue mau balik ke Wijen"

"Naik apa?"

"Bis lah.."

"Oh yaudah. Tapi lu yakin gak mau denger proses jadianya?" tanya Nathan yang terlanjur antusias.

"Gak deh. Nanti aja. Udah ya" sahut gadis itu diseberang sana.

"Oh oke"

Tit. Sambungan pun terputus.

Nathan melanjutkan sarapanya yang sempat tertunda. Dalam hati dia sempat berpikir kenapa tumben-tumbenya Naya dingin begitu. Biasanya dia anaknya paling heboh. Apalagi ini kan kasus besar. Dua teman baiknya, yaitu Priscila dan dirinya berpacaran!

"Aneh.." gumam Nathan seraya memperhatikan lokomotif BB200 yang mondar-mandir dihadapanya. Gerakan langsiran membawa dua buah gerbong PPCW hasil modifikasi.

Tapi ya udahlah, mungkin dia lagi lelah, pikir Nathan kemudian.

Lalu dengan buru-buru pemuda itu menghabiskan sarapanya.

PUOOONNGS..

Tiba-tiba dari kejauhan, sayup-sayup terdengar klakson panjang CC206. Diikuti sorot lampu yang samar-samar menembus kabut tipis pagi hari. Nathan bergegas membayar makananya. Lalu kembali ke stasiun.

Suasana stasiun sudah cukup ramai. Nathan berbaur dengan para penumpang lainya. Beruntung masih ada bangku yang kosong. Sehingga ia bisa duduk sebentar disitu. Tak lama kemudian HT kecil yang dibawanya kembali berkoar-koar. Kali ini terdengar percakapan antara kru kabin KA 378 dengan PK/0C.




"KA 378 posisi rapatan Merah?"

"Lepas sinyal masuk pek"

"Gimana lok titipanya?"

"Nyusahin pek, tadi sempat slip sebelum S8 Merah"

"Waduh, tapi aman?"

"Mancarli pek"

"Copy. Jangan lupa dilepas untuk KA 377"

"Kopi susu bravo"

PUOONGGS..

"Wah, puongs.." seru mbak-mbak yang duduk di sebelah Nathan.

"Loh puongs?"

"Lah iya itu kan suaranya puong gitu?"

"Oh iya iya, hehhehe" Nathan menyengir.

"Mbak relpen ya?" tanya Nathan kemudian.

"Gak ah" sahut mbak itu tersenyum.

"Oh" gumam Nathan mengangguk-angguk.

Kirain railfans cewek, batin Nathan. Kalau sudah bertemu railfans, apalagi cewek. Ia selalu teringat Natasha, mantan pacarnya, yang juga seorang railfans.

"Nat, masuk?" koar pak Mujiono di HT tiba-tiba.

"Iya pak" sahut Nathan.

"Persiapan KA 377"

"Copy" jawab Nathan. Lalu ia segera kembali ke ruangan PAP utk mengambil dokumen perjalanan. Dinasan kali ini sepertinya memakai lokomotif CC206.

--Niall's POV--

Bermodal secarik kertas berisi alamat kantor Science Olympiad yang didapatnya dari internet. Niall segera memacu mobil Range Rover-nya dengan semangat. Membelah jalanan Regent Street, salah satu jalan utama di jantung kota London. Pemuda berkulit putih yg baru setahun punya SIM itu sudah tidak sabar ingin bertemu gadis Indonesia bernama Priscila tersebut. Dia masih berharap pertemuan di Manchester itu bukanlah pertemuan terakhirnya.

Tak lama kemudian, Niall tiba di depan Tower Hamlest. Ia segera memarkirkan mobilnya, lalu bergegas menuju ruangan kantor Olympiad Science di lantai 3. Namun sayang, ternyata kantor tersebut tutup.


"Damn!"

*bersambung*

Artikel Lainya:

No comments:

Post a Comment

Sampaikan komentar anda disini. No SARA & Rasis. Terimakasih