Apel Busuk, Part 2



Sebelum sosok itu semakin mendekat, Nathan dengan refleks menarik tangan Priscila untuk bersembunyi di belakang pohon. Mereka lalu mengintip dari antara sulur-suluran liar. Tampak sosok itu mendekat kearah mereka!

"Dia kesini" bisik Priscila dengan suara ditahan. Ia sangat ketakutan.

Nathan bisa merasakan jantung gadis itu berdegup kencang, nafasnya pun tidak karuan seperti desau air bah. Nathan juga merasakan hal yang sama. Ia begitu ketakutan. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan. Apalagi ia tidak bisa bela diri. Satu-satunya ilmu bertahan hidup yang dimilikinya hanyalah lari ngacir dan sedikit tekhnik dasar berenang.

Nathan mengenggam erat tangan Priscila. Ia menatap mata gadis itu dalam-dalam mencoba menenangkanya. Dulu mereka pernah satu sekolah saat SMP. Karena sering menghabiskan waktu bersama, diam-diam Nathan suka sama Priscila. Persis seperti kata pepatah, witing tresno jalaran soko kulino. Tapi karena sadar Priscila anak orang kaya sementara ia hanya anak yatim, Nathan terpaksa memendam perasaanya. Mungkinkah ini waktunya dia menyatakan perasaanya.



"Nat, aku takut" bisik gadis itu

"Tenang, Pris" kata Nathan sok kalem, walau sebenarnya ia juga ketakutan.

Lalu ia memberanikan diri mengintip keluar, dan..

Deg!

Betapa kagetnya Nathan begitu melihat sosok tersebut tinggal berjarak selangkah dari pohon tempat mereka bersembunyi!


Sosok itu begitu menakutkan. Seorang pria bertopeng dengan sebilah keris ditanganya.

"Keluar kalian!" bentak pria itu.

Nathan mengambil nafas dalam-dalam. Lalu melompat keluar dari balik pohon.

Hup!

Kini mereka saling berhadapan.

Pria bertopeng itu menatap tajam kearah Nathan. Tatapan pria itu seolah pedang bermata dua yang menusuk Nathan. Namun Nathan berusaha sekuat mungkin untuk tetap berdiri. Tidak lucu kalau ia lari dari medan pertempuran dihadapan Priscila. Walau kini tanpa disadarinya lututnya berantukan tidak menentu.

"Hahaha" pria itu tertawa geli melihat Nathan gemetaran.

"Diam kau!" hardik Nathan tidak terima.

Darah kakeknya yang seorang pejuang mendadak bergolak di dalam hatinya. Ia berusaha melawan semua rasa takut. Ia harus menghentikan maling itu sekarang demi menegakkan kebenaran. Oke, itu mungkin terlalu berlebihan. Mungkin lebih tepatnya agar terlihat keren di hadapan Priscila.

Maling itu mendengus kesal. Ia berlari kearah Nathan sambil mengayunkan kerisnya.

Blesstt..

Nathan mengelak. Namun sial baginya, gerakanya kurang cepat. Ujung keris itu sukses merobek kulit lenganya. Nathan terjatuh, ia meringis kesakitan.

Sialan, maki Nathan.

Melihat lawanya terjatuh, maling itu tidak membuang kesempatan. Ia langsung melesakkan tendangan keras ke perut Nathan, disusul uppercut ala Mike Tyson sedetik kemudian.

Pemuda kurus kerempeng itu terguling-guling menerimanya. Darah segar keluar dari hidung Nathan.

"Mati kau!" teriak sang maling puas.

Priscila yang sedari tadi sembunyi, tidak tahan lagi melihat temanya dihajar habis-habisan begitu. Ia melompat keluar dari persembunyianya dan langsung melempar maling itu dengan sendalnya tepat sesaat sebelum Nathan dihadiahi hajaran berikutnya.

Namun lemparanya kurang kuat sepertinya. Maling itu tidak merasa kesakitan sedikitpun!

"Kurang ajar!" maki maling itu melihat Priscila.

Set..

Tanpa tedeng aling-aling, maling itu langsung mengacungkan kerisnya kearah Priscila. Hendak menghabisi nyawa gadis itu. Tampak jelas dimatanya sorot mata penuh kebencian.

Priscila merinding setengah mati ditatap seperti itu. Terlebih melihat keris itu. Seumur hidup baru kali ini ia berada di situasi seperti ini. Benar-benar mau mati rasanya!

Maling itu lalu mendekatinya perlahan sambil menggeram.


Melihat nyawa temanya terancam, Nathan tidak tinggal diam. Ia langsung bangkit berdiri. Darah mengalir deras dari luka bekas sabetan keris di lenganya. Ia lalu memungut sebuah batu dari tanah. Dan langsung melemparkanya dengan sekuat tenaga kearah pria itu

Plak!

Batu itu menghantam kepala pria itu.

"Arrggh!" sang maling menjerit kesakitan lalu jatuh berguling-guling sambil memegangi kepalanya.

Batu itu telak bersarang di tengkuk pria itu. Darah segar pun mulai mengalir membasahi tanah.



"Huaaa..!" jerit Nathan kegirangan melihat lemparanya tepat sasaran.

Nathan kemudian membantu Priscila bangkit berdiri. Priscila hanya bisa menangis ketakutan. Ia memeluk Nathan erat.

"Tenang, Pris" ucap Nathan.

Tak lama kemudian polisi dan warga datang. Dan dalam waktu kurang dari setengah jam, tempat itu penuh sesak oleh warga. Beberapa warga yang emosi tampak menghakimi maling itu hingga babak belur. Beruntung polisi berhasil mengamankan sang maling tepat sebelum digorok seorang warga yang kalap.

Maling itu ternyata bernama Muhammad Sawtang. Pemuda pengangguran dari kampung sebelah. Ia mencuri sekeping koin emas peninggalan kerajaan Kobel, dari rumah pak Kades.

"Ng.. anu. Dia trauma" kata Nathan menjawab tatapan sinis dari sejumlah ibu-ibu karena terlihat berpelukan dengan Priscila.

Priscila hanya tersenyum melihat wajah kikuk temanya itu
Nathan selanjutnya dibawa oleh warga ke puskesmas terdekat untuk menerima pengobatan pada luka-lukanya. Sementara Priscila dibawa orangtuanya untuk menjalani terapi penyembuhan trauma di RS Kobel Sejahtera.

--Nathan's POV--

Nathan duduk di tepian ranjang kamarnya. Ia merasa sangat lelah hari ini.
Setelah berlari berkilo-kilo dan dihajar habis-habisan oleh maling bertopeng itu, sekarang ia harus bolak-balik meladeni pertanyaan-pertanyaan warga.

Sebenarnya terselip sedikit rasa bangga karena aksinya itu, tapi entah mengapa semuanya itu sirna ketika ia mengingat omelan dari kedua orangtua Priscila.

"Sok pahlawan! Ngapain ngajak-ngajak Priscila segala! Dasar miskin!"

Begitulah kira-kira makian ayah Priscila kepadanya selama satu hari nonstop. Oke, itu berlebihan. Sebenarnya dia hanya dimaki satu kelimat dengan durasi 10 detik. Oh iya, dengan tambahan gamparan keras tentu saja.

Drrt drrt..

Ponsel Nathan bergetar.

Dengan susah payah Nathan meraih ponsel jadulnya diujung meja.
Ternyata Riri menelpon!

"Hai" sapa gadis itu begitu Nathan mengangkat telponya.

"Hai Riri" balas Nathan riang. Mendadak ia melupakan sakit hatinya pada orangtua Priscila.

"Mmm.. Ini siapa ya? Kok suaranya beda" tanya gadis itu.

"Ini aku Nathan. Emang beda gimana?" Nathan kebingungan.



"Nathan siapa?"


"Nathan yang kemari ketemuan di stasiun Wijen itu loh"

"Oh Nathan yah. Maaf ya salah pencet" kata gadis itu malu-malu

"..."

Tit. Sambungan telpon pun terputus.

"Sa, sa-lah pencet" ulang Nathan hambar.

Jadi ternyata Riri nelpon bukan karena mau ngajakin ngobrol atau curhat. Tapi karena salah pencet. Salah pen-cet..

Nathan merebahkan tubuhnya. Ia merasa kosong. Kalau tadi aja salah pencet. Berarti semalam pun salah pencet, batin Natan.

Drrt.. drrt..

Ponselnya bergetar lagi. Kali ini sms dari Priscila. Dengan malas Nathan membukanya,

"Nat, sorry ya ortu aku marahin kamu"

Nathan melempar ponselnya. Ia malas membalas.

Berselang lama kemudian, telponya kembali berdering. Priscila menelpon.

"Huh!"

Nathan mendiamkanya. Ia masih sakit hati. Ini pertama kali dalam sejarah planet Bumi, telepon dari Priscila tidak ia angkat. Ia tahu ia tidak seharusnya marah kepada Priscila karena yang salah orangtuanya, bukan dia. Tapi Nathan sudah terlanjur sakit hati.

Drrt.. drrt..

Ponselnya terus bergetar.

Nathan mulai emosi. Ia bangkit dari ranjangnya dan menendang ponsel jadulnya itu..

Dug!

Ponselnya melayang dan menghantam dinding. Baterai, kartu SIM, dan memory cardnya pun berhamburan keluar.

Nathan lalu memutuskan pergi keluar mencari angin. Sementara ponselnya ditinggalkan berantakan.

Nathan berjalan-jalan di taman. Entah mengapa hari ini ia merasa amat kacau. Baru saja tadi malam ia menjadi pahlawan, sekarang ia merasa seperti pecundang!

Nathan rasanya ingin menangis. Dunia memang tak pernah adil kepadanya.
Mulai dari cinta terpendamnya pada Priscila karena ia anak yatim. Lalu Natasha yang lebih dulu meninggalkanya. Dan sekarang, telpon salah pencet dari Riri!

"HOAAA.." teriak Nathan sekeras-kerasnya

--Priscila's POV--

Priscila memandangi layar ponselnya dengan tak percaya. Baru kali ini Nathan tidak mengangkat telponya.

"Gak diangkat?" tanya Naya

Priscila menggeleng lemah.

"Baguslah.." sahut Naya.

"Maksudnya?" tanya Priscila keheranan.

"Ya bagus. Biar lu sadar rasanya gimana" jawab Naya.

"Nay, itu dalem loh"

Naya hanya mengangkat bahunya.

"Menurut lu kenapa Nathan ngajak lu? Padahal disana ada polisi, jawara silat, sama tukang jagal" tanya Naya.

Priscila menggeleng pelan. Ia tidak tahu.

"Itu karena dia pengen selalu bersama lu. Dia pengen terlihat emm.." ucap Naya ragu.


"Terlihat apa?"


"Terlihat keren mungkin atau apalah.."


Priscila terbengong. Berusaha mencerna kalimat barusan. Terlihat keren? Terlihat keren gimana maksudnya?

"Emm.. gini, biar gue perjelas"

"Jadi sebenarnya Nathan itu suka sama lu. Bukan sekedar suka doang. Tapi cinta!"

Priscila terdiam. Antara bingung, tidak percaya, dan ahh. Semuanya kelihatan mustahil. Tidak masuk akal. Apalagi kalimat yang terakhir barusan. Itu lebih tidak masuk akal. Selama ini dia hanya menganggap Nathan temanya. Dan dia pun terlihat seperti itu. Tidak lebih.

"Lu ingat gimana Nathan ngotot satu SMP sama lu?" Naya melanjutkan.

"Lu tau darimana dia bisa bayar SPP tiap bulanya?"

".. dia sampe rela jadi tukang gali kubur tau gak sih lu"

Priscila hanya diam. Tampak tetes air mata menggenangi pelupuk matanya. Bukan, bukan karena kelilipan debu. Tapi benar-benar karena hatinya tersentuh.

Naya sebenarnya tidak tega juga melihat temanya menangis. Tapi apa boleh buat, ia terpaksa membongkar semuanya. Ia tidak mau Priscila hanya menganggap Nathan sebagai teman. Tidak setelah semua yang telah dilakukan pemuda itu.

--Nathan's POV--

Siang ini terasa begitu panas. Nathan memutuskan berteduh di bawah pohon sambil memperhatikan hilir mudik penumpang KA lokal Banyubaru yang baru saja turun. KA itu membawa 8 biji K3 dan satu KMP3.

Ketika ia mengalihkan perhatianya, tiba-tiba saja ia melihat Priscila dan Naya diantara kerumunan tersebut!

"Bangke" maki Nathan panik.

Ia langsung berusaha kabur namun mereka terlanjur mendekat. Ia terlambat.

"Nathan" panggil Naya.

Nathan gelagapan. Sudah seminggu lebih ia tidak bertemu Priscila dan Naya, dua teman baiknya sejak SMP. Bahkan ia sengaja menghindar dengan menginap di mess pegawai yang lebih mirip eks kandang kambing.

"Eh kalian ngapain disini?" tanya Nathan pura-pura bego. Ia tidak berani menatap Priscila yang entah mengapa tampak begitu cantik.

"Emang gak boleh ya?"

"Eh gak gitu" kata Nathan sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Jadi ceritanya lu lagi ngambekan nih sama Priscila?" tembak Naya blak-blakan.

"Kagak ah" elak Nathan sebisanya. Ia jadi salah tingkah.

Hoeengs!

Tiba-tiba terdengar S35 lok BB306-18. KA lokal Banyubaru diberangkatkan kembali.

"Eh, gue dines dulu ya!" seru Nathan beralasan

"Nat.." cegah Priscila berusaha meraih lengan Nathan.

Namun Nathan menghiraukanya. Ia langsung berlari ke dalam stasiun dan menghilang dalam sekejap mata.

*bersambung*

Artikel Lainya:

No comments:

Post a Comment

Sampaikan komentar anda disini. No SARA & Rasis. Terimakasih