Apel Busuk, Part 14



--Priscila's POV--

"Pris, bangun! Ada telepon buat lu" seru Lina sambil menggoyang-goyangkan tubuh Priscila.
 

"Apa?" tanya Priscila setengah sadar.
 

"Ada yang nelpon lu! Buruan gih" seru Lina seraya menyodorkan ponselnya.
 

"Huh siapa sih tengah malam gini" rutuk Priscila sambil menyingkirkan selimut bulu tebal yang menutupi tubuhnya.

"Gak tau. Udah ah nih buruan!"

"Iya iya" sahut Priscila seraya meraih ponsel Lina. Ponsel itu pun kini berpindah tangan.

"Halo" sapa Priscila.

"..."

Hening. Tidak ada jawaban.

"Kok gak ada suara sih? Haloo.." sapa gadis itu lagi.

Tapi suasana tetap senyap. Priscila mengerutkan dahinya.

"Halo, ini siapa sih? Ngomong dong"


"..."

Priscila melihat layar ponsel Lina. Panggilan belum berakhir. Tapi kenapa tidak ada suara. Tunggu dulu, sepertinya ia kenal nomor si penelepon. Nomor itu sudah tidak asing lagi.

"Nathan!" seru Priscila riang. Tiba-tiba rasa kantuknya hilang.

"Ada apa Nat?" tanya gadis itu bersemangat.

Tapi si penelepon diam tidak menjawab.

"Nat?" panggil Priscila.

"Hape kamu mana?" tanya Nathan dengan suara datar.

"Oh iya" seru Priscila. Dia baru ingat ponselnya tertinggal di taman.

Awalnya ia sempat mau kembali ke taman untuk mencarinya. Tapi karena didera rasa kantuk yang sangat parah, ia pun terpaksa membatalkan niatnya dan memutuskan beristirahat. Pasti karena itu Nathan menelepon ke Lina, duga Priscila.

"Hape ku ketinggalan di taman. Tadi waktu jalan-jalan"

"Oh ya kok bisa?" tanya Nathan lagi, kali ini dengan nada curiga.

"Iya beneran" jawab Priscila pelan. Mendadak kecanggungan meliputi dirinya.

"Oh"

"Oh?"

"Trus tadi kenapa gue nelpon yang ngangkat malah bule namanya Niall. Dia siapa? Lu abis ngapain sama si Niall? Kenapa hape lu bisa ada di dia?” cecar Nathan tiba-tiba secara bertubi-tubi.

Priscila terhenyak mendengar pertanyaan Nathan. Gadis itu hanya bisa terdiam. Ternyata ponselnya ditemukan Niall.

“Lho, kok pertanyaan gue gak dijawab?” pojok Nathan.

“Niall itu idola aku Nat" jelas Priscila.

"Tadi aku sama dia ketemu di London Eye. Kita disana gak cuman berdua kok. Bareng anak-anak Olimpiade juga. Hape aku ketinggalan di bangku taman. Cuman itu doang kok Nat” sambungnya pelan.

“Cuman itu? Yakin?” tanya Nathan.

“Yakin”

“Pris, bukannya gue gak suka lu sama idola lu itu. Cuman lu tau dong, orang Barat itu gimana. Please lu sadar gue ini pacar lu. Jadi, lu hargain ada gue disini” ujar Nathan dengan nada tinggi, seperti meluapkan emosinya.

Priscila terdiam mendengarnya. Lidahnya kelu tak bisa menjawab apa-apa. Ini salahnya. Dia sudah menyakiti Nathan. Pacar mana yang tidak curiga ketika menelepon pacarnya, tapi yang mengangkat malah orang lain. Laki-laki pula. Dan itu malam-malam!

“Nat, maafin aku. Tapi beneran aku gak ngapa-ngapain. Tolong maafin aku..” pinta Priscila dengan suara lirih.

“Lu nggak pernah ngerasain gimana sakitnya jadi gue” pungkas Nathan singkat, lalu langsung mematikan sambungan telepon.

"Nat, nat.." cegah Priscila. Namun sayang sambungan sudah terputus.

Priscila menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Tanpa sadar air matanya mulai meleleh keluar.

Dia benar-benar menyesal rasanya. Dan ingin cepat-cepat untuk kembali ke Indonesia.

Mulai dari waktu pertama kali berkenalan di SD, jarang sekali Priscila bertengkar dengan Nathan. Apalagi Nathan sampai bilang "lu-gue" pada Priscila. Memang dulu Nathan sering memanggilnya dengan sebutan "lu". Tapi itu wajar karena saat itu mereka masih berteman. Tapi sejak pertama berpacaran, baru ini pertama kalinya Nathan menyebutkan kata "lu" pada Priscila. Bahkan dia juga belum pernah mendengar Nathan memanggil Natasha, mantan pacarnya dengan sebutan "lu".

Sekarang, Nathan pastilah benar-benar marah padanya. Ia tidak tahu harus berbuat apa. 





"Kenapa?" tanya Lina iba.

"Nathan" jawab Priscila sesenggukan.

Lina memeluk erat tubuh mungil Priscila. Mencoba menenangkan temanya. Dia tidak kenal siapa itu Nathan. Atau bagaimana si Nathan itu bisa mendapatkan nomor teleponya. Yang jelas hatinya merasa terenyuh melihat teman satu timnya bersusah hati.

“Ssttt. Lu boleh cerita kok. Tapi sekarang tenangin diri lu” kata Lina pelan sambil mengelus rambut Priscila.

Pukul 03.00 barulah Priscila berhenti menangis. Sekarang dia sudah tertidur. Sebenarnya kasihan Lina karena tidurnya terganggu gara-gara Priscila. Apalagi mereka ada jadwal perlombaan besok.

--Niall's POV--

Niall termenung di pojokan kamar. Dia tidak tau harus bagaimana lagi sekarang.

Tiba-tiba terbersit ide di kepalanya. Ia menyalin nomor telepon Nathan dari kontak Priscila ke ponselnya. Setelah itu dia segera menelepon. Dia harus minta maaf dan menjelaskan semua ini. Harus.

Tut, tut, tut..

"Halo"

"Halo Nathan"

"Siapa ini?"

Niall menggaruk rambutnya. Dia tidak mengerti apa yg laki-laki itu katakan.

"Sorry, may you speak in English please?"

"Yup. Who, who-are-you?" tanya Nathan diujung sana dengan bahasa Inggris terpatah-patah.

"Oh, I'm sorry to disturb you. I am Niall. Nathaniall Conan" ujar Niall memperkenalkan diri.


Nathan tidak menjawab. Ternyata si bule keparat itu rupanya, dengusnya kesal.

"Listen. It's not her fault. She left her phone at park, and I bring it home"

"..."

Nathan tetap diam. Tidak ada suara apapun.

"Halo, are you there?" tanya Niall.

"Ya.."

"If you love her. Why do you make her feel sad?"

Nathan menggeram diujung sana mendengarnya.

"Isn't it?" tanya Niall.

"Why are you even asking me? You were fucking with my girl, then blame me cause I mad at her?" Nathan balik bertanya. Entah kenapa bahasa Inggrisnya mendadak lancar.

"Your business is none of my fucking business, and my business is none of yours!" sambung Nathan kesal.

Niall tertegun mendengarnya. Ternyata dugaanya benar, Nathan mengiranya tidur dengan Priscila. Dia bisa mengerti, dia pun akan bertindak begitu jika berada di posisi Nathan.


*bersambung* 

Artikel Lainya:

No comments:

Post a Comment

Sampaikan komentar anda disini. No SARA & Rasis. Terimakasih