"Depan semboyan 8" koar KP lewat walkie-talkie.
"Copy" sahut Nathan sambil melirik kearah Hartono.
"Iye, iye" tukas Hartono, yang lalu berbisik kepada Ani agar menyudahi 'permainanya'.
Ani pun beranjak dari pangkuan Hartono. Samar-samar Nathan bisa melihat lekuk tubuh gadis itu, yang tidak mengenakan sehelai benang pun. Nathan hanya bisa menelan ludah melihatnya.
"Kurangi kecepatan!" perintah KP kemudian.
"Copy" sahut Hartono.
KA 480 pun mengurangi kecepatanya. Meliuk-liuk melewati wesel. Kemudian memasuki jalur delapan stasiun Air Batu dengan gagahnya.
"Oke cukup!" perintah KP semenit kemudian.
Hartono segera menarik tuas rem. KA 480 pun berhenti. Tepat semeter sebelum sinyal keluar.
Tilt,
Nathan segera memencet tuas pintu otomatis. Pintu di tiap-tiap gerbong pun terbuka perlahan. Namun belum sempat pintu terbuka sempurna, para penumpang yang tidak sabaran segera berhamburan keluar. Sialnya mereka terhalang penumpang yang ingin masuk. Akibatnya, aksi saling dorong pun tak terelakkan. Bahkan kehadiran Polsuska tidak merubah apapun, karena kalah jumlah. Berulang kali kata-kata makian dan sumpah serapah terdengar diantara kerumunan penumpang yang rusuh. Nathan hanya bisa mengelus dada melihatnya.
"Saya pamit ya mas" ujar Ani tiba-tiba.
"Turun sini?" tanya Nathan basa-basi.
"Iya mas, nyambung KRD aja" jawab Ani sambil menyalami Nathan.
"Oh"
Hartono lalu menyalakan lampu kabin agar Ani bisa melihat jalan. Gadis itu keluar lewat pintu kabin sebelah kanan.
Dua menit kemudian KA 480 diberangkatkan kembali dari stasiun Air Batu. PPKA keluar dari ruanganya lalu menyorot kabin lokomotif dengan senter hijau yang dibawanya.
Prit, prrittt..
S40 diberikan, dibalas dengan S35 panjang tanda acknowledgement.
HOENKKS..
KA 480 pun kembali melanjutkan perjalananya. Membelah dinginya malam, menuju stasiun berikutnya, sekaligus stasiun tujuan akhir, stasiun Merah.
--Priscila's POV--
"Now presentation from Indonesia!" umum panitia lewat pengeras suara.
"Ayo!" ajak Reny.
Lina segera berlari. Tanganya penuh dengan berkas-berkas materi presentasi. Priscila mengikutinya dari belakang dengan bawaan yang tidak kalah banyak. Mereka bergegas menuju podium dengan semangat.
"Are you ready?" tanya seorang pria berwajah tirus begitu mereka tiba di tangga podium.
Lina dan Reny mengangguk mantap. Priscila yang datang belakangan ikut mengangguk.
"Nice. Good luck!" ucap pria itu tersenyum.
Priscila menghela nafas panjang, lalu naik keatas podium. Disusul kedua temanya, Lina dan Reny, yang mengikuti dari belakang. Ia berusaha meredam kegugupanya tampil di hadapan umum. Perlombaan presentasi kali ini akan menentukan nasib mereka di turnamen mahasiswa paling elit sejagad raya ini. Jika lolos, mereka akan masuk babak semifinal yang akan digelar di London akhir pekan nanti.
--Nathan's POV--
Hoenks, hoenks..
KA 480 melaju dengan cepat menuju tujuan akhir. Ditemani deru mesin, kedua kru kabin, Nathan dan Hartono sibuk menjalankan tugas mereka. Hartono mengendalikan si kudan beban, CC201-19 agar kecepatanya sesuai taspat lintas yang berlaku. Sementara Nathan mengisi lembaran LHM dan Lapka yang sedari tadi masih kosong.
Setelah setengah jam perjalanan akhirnya KA 480 pun tiba di stasiun Merah, stasiun tujuan akhir dengan selamat. Lokomotif CC201-19 lalu dilepas dari rangkaian, dan dilangsir menuju sub dipo.
Usai melangsir dan laporan ke PAP, Nathan lalu bergegas menuju mess pegawai yang berada diatas bukit untuk beristirahat. Di tengah jalan dekat taman, tanpa sengaja ia menyenggol seorang cewek.
DUK!
"Argh" erang cewek itu.
"Eh, kamu gak apa-apa?" tanya Nathan sambil menolong cewek itu.
Cewek itu memandang kearah Nathan. Mereka saling bertatapan selama beberapa saat dan Nathan seketika itu juga ia segera mengenalinya,
"Naya!" seru Nathan girang.
Ternyata cewek itu Naya Fransisca, temanya.
"Ah lu ternyata. Sakit tauk!" ringis Naya.
"Aih sorry Nay.." ucap Nathan menyesal.
Nathan lalu memapah Naya ke kursi taman.
"Lu ngapain disini Nat?" tanya Naya.
"Dines gue" jawab Nathan.
"Oh" ucap Naya manggut-manggut. Sekarang Naya ingat kalau tadi Nathan bikin status dia dinasan assmass KA lokalan Manis Merah (lihat part 7 -red).
"Lu sendiri ngapain?" Nathan balik bertanya.
"Abis dari rumah paman gue. Doi sakit keras" tukas Naya.
"Oh. Jadi sekarang lu mau kemana?" tanya Nathan lagi.
"Mau balik ke Wijen"
"Malem-malem gini?"
Naya mengangguk.
"Naik apa?"
"Kalo masih ada kereta, naik kereta" jawab Naya ragu.
"Hmm, KA apa ke Wijen jam segini.." gumam Nathan.
"Emang gak ada Nat kereta ke Wijen?"
"Mesti nyambung ke Sidopoto dulu. KA lokal kesana udah gak ada jam segini mah" sahut Nathan.
"Trus gimana?" tanya Naya memelas.
"Nginep di mess aja" usul Nathan.
"Hah!" Naya terpelongo mendengarnya.
"Ngakk, maksud gue gini.. Lu nginep di mess pegawai cewek. Besok pagi aja pulang" sambung Nathan buru-buru. Takut diprasangkai buruk temanya.
"Yaudah deh" ujar Naya setelah berpikir beberapa saat lamanya.
Nathan lalu membawa Naya ke mess pegawai yang terletak sekitar 500 meter dari stasiun. Sepanjang jalan mereka berdua asyik mengobrol mengenai banyak hal termasuk tentang Priscila.
"Nat, lu emang gak mau skype-an ama Priscila?" tanya Naya ketika mereka hampir tiba di mess.
"Mau sih"
"Yaudah lu pake aja dulu laptop gue buat skype-an ama dia" kata Naya menawarkan.
"Wah, serius?" tanya Nathan setengah tidak percaya.
Naya mengangguk. Lalu mengambil laptop dari tasnya dan memberikanya kepada Nathan. Nathan menerima laptop tersebut dengan senang hati. Entah bagaimana dengan Priscila, yang jelas dalam hati kecilnya ia begitu kangen dengan gadis itu.
"Yuk masuk. Kita udah sampe nih" ajak Nathan kemudian. Mereka telah tiba di mess pegawai.
Nathan melangkah masuk kedalam bangunan mess tua peninggalan Belanda tersebut. Terpampang plang karatan bertuliskan "Mess Pegawai" didepan bangunan. Dengan perlahan Naya mengikuti dari belakang. Melihat bangunan buruk rupa didepanya, ia jadi ragu apakah benar rumah reot yang mirip kandang sapi itu adalah mess pegawai.
"Pak, saya minta tolong. Teman saya numpang tidur sini ya?" pinta Nathan kepada kakek tua penjaga mess.
"Oh ya silahkan. Tapi tinggalin KTP" jawab kakek itu memperbolehkan.
"Makasih pak" ucap Nathan.
Kemudian Naya mengisi daftar tamu dan meninggalkan KTPnya. Setelah itu ia diantar kakek itu menuju kamar khusus pegawai perempuan. Ada sepuluh kamar tidur di mess tersebut. Dua khusus perempuan, sisanya untuk pegawai pria. Walaupun dari luar terlihat menyedihkan, tapi ruangan yang tersedia cukup rapi. Setidaknya untuk ukuran pegawai yang kelelahan berdinas, sepotong bantal kusam dan selembar matras sudah lebih dari cukup.
--Niall's POV--
Niall memandangi ponselnya. Ia berharap menemukan sms dari Priscila diantara ratusan sms penggemarnya. Namun tidak ada. Tidak ada sms dari gadis itu.
"Hufth" lenguh Niall.
"Why you look so sad bro?" tanya Zayn melihat temanya bersedih.
"Do you remember an Indonesian girls that I've told to you?"
"Yup" sahut Zayn.
"I gave her my number and told her to texted me. But, but she hasn't texted me.." ucap Niall murung.
"I'm starting to wonder that you messed up by giving her your number instead of asking hers" kritik Zayn.
"Yeah, I know" sahut Niall menyesal.
"Don't blame yourself bro. It's worth nothing" hibur Zayn.
"Hmm.."
"Hey, she's contestant of Science Olympiad, right?"
Niall mengangguk lemah.
"I've heard the Science Olympiads are going to be held in London, Manchester, and Norwich. Why don't you go there?"
Niall terhenyak mendengarnya. Usul temanya itu ada benarnya juga. Astaga, kenapa dia selama ini tidak memikirkanya.
"Thanks Zayn, that's right! I'll go there!" seru Niall girang.
--Priscila's POV--
Prok, prok, prok..
Suasana aula menjadi riuh rendah. Hadirin yang memadati aula memberikan standing applause kepada tim merah putih. Ketiga gadis itu membungkukan badan tanda penghormatan, lalu turun dari podium.
"Great!" seru bu Eka sambil menyalami mereka satu-persatu.
"Makasih bu" ujar ketiganya nyaris bersamaan. Wajah mereka jadi memerah karena malu.
"Great show!" puji salah seorang panitia.
"Yeah, I think Indonesia will go to finale" timpal seorang ibu-ibu dengan logat Prancis kental.
"Ah, Madam have a better team than we had" sahut bu Eka merendah.
Ibu-ibu itu tersenyum mendengarnya. Tim merah putih cabang "Astronomi dan Astrofisika" memang tampil memukau hari ini. Mereka berhasil menjabarkan teori Bintang Kembar dengan nyaris sempurna. Perolehan poin mereka diprediksi akan melonjak drastis. Yang sekaligus akan mengamankan tiket semifinal di tangan mereka.
Priscila dan kedua temanya lalu pergi ke kantin untuk makan siang. Disana sudah berkumpul mahasiswa peserta lomba dari berbagai cabang disiplin ilmu. Mereka semua sedang asyik bersantap siang. Beruntung, Priscila dan kedua temanya masih kebagian meja.
Usai makan siang, ketiganya memutuskan berjalan-jalan sejenak di taman kota. Mereka merasa lebih tenang sekarang. Walaupun hasilnya belum keluar, setidaknya mereka sudah tampil. Rasanya beban mereka sudah terangkat sebagian.
Drrt, drrt..
Ponsel Priscila bergetar. Ada sms masuk. Ia segera membukanya. Ternyata sms dari Nathan.
From: Nathan
Pris, skype-an yuk
Priscila segera membuka laptopnya dan menuju halaman skype. Disana ada beberapa temanya yang sedang aktif. Tapi tidak ada Nathan.
"Oh iya, Nathan kan gak punya skype" gumam Priscila.
"Trus pake punya siapa ya.."
Priscila melirik kearah jam taman. Jarum pendek terlihat menunjuk angka V, sementara jarum panjang tegak lurus menunjuk kearah langit. Itu berarti sekarang di Indonesia sedang pukul 12 malam. Apa betul Nathan rela begadang demi menghubunginya, pikir Priscila.
"Pris bengong mulu, ayo ke kolam bebek" ajak Lina tiba-tiba.
"Duluan aja deh" tolak Priscila datar.
"Oh. Ok deh" ucap gadis itu seraya berlalu.
Priscila kembali menatap layar laptopnya. Tatapanya kosong kedepan. Ia tetap menanti video call dari Nathan.
*bersambung*
No comments:
Post a Comment
Sampaikan komentar anda disini. No SARA & Rasis. Terimakasih