Apel Busuk, Part 5



Minibus yang membawa pulang Nathan dan teman-temanya terseok-seok melewati jalanan berbatu dan berbelok-belok menuju Wijen. Supir nampak sangat kelelahan, sesekali ia terlihat menguap. Sementara penumpangnya yang berjumlah empat orang, yaitu pak Ujang, PPKA Bugil, staff PK/OC, dan Nathan sudah tertidur pulas.

Dalam mimpinya Nathan masih saja membayangkan Priscila yang pergi ke London. Ia masih bertanya-tanya dalam hatinya. Mengapa gadis itu pergi kesana.

Ia ingin menelpon balik, tapi tidak punya uang untuk itu. Karena pasti biaya percakapan antar-negara seperti itu sangat mahal. Sedangkan dia belum gajian. Apalagi pembicaraan seperti ini tidak bisa selesai semenit dua menit. Dia tidak mau kalo ditengah percakapan, sambungan terputus karena pulsanya habis.


--Priscila's POV--

Priscila menyalakan laptop yang dipinjamnya dari staff KBRI. Dia langsung membuka Skype, berharap menemukan Niall meng-add dia. Namun tidak ada apa-apa disana. Priscila merasa sedikit kecewa. Tapi kemudian dia memutuskan untuk bergabung dengan teman-temanya dibawah.

Di lantai bawah, anggota tim Olimpiade Sains tengah asyik mengerjakan soal-soal yang diberikan bu Eka sebagai penyegaran. Sementara beberapa anggota yang lainya tidak tampak. Mungkin masih beristirahat di kamar masing-masing usai 8 jam penerbangan yang melelahkan.

--Niall's POV--

Niall sudah berada didepan laptopnya. Dia berencana untuk meng-add gadis yang ditemuinya di bandara kemarin. Ketika sudah terlihat halaman skype. Niall melihat tangan kirinya dan celaka. Tidak ada, tidak ada skype gadis yang ditemuinya tersebut. Niall yakin sekali gadis itu menuliskannya ditangan kiri Niall.

Niall jadi ingat, sesampainya dia dirumah, dia membuka kulkas dan mengambil minuman dingin. Sepertinya tinta-nya luntur karena minuman tersebut. Atau mungkin juga tintanya sudah luntur jauh sebelum itu. Yaitu waktu dia cebok di toilet bandara. Sialan, kenapa harus ditulis di tangan kiri? Kenapa bukan di tangan kanan atau di jidatnya sekalian, biar tidak hilang.

Bagaimana ini?
Entah kenapa tetapi Niall menjadi merasa bersalah pada gadis itu. Niall pun sebenarnya tertarik dengan gadis tadi, yang bahkan Niall lupa untuk menanyakan namanya.

--Nathan's POV--

Nathan tersentak dari tidurnya begitu merasakan tubuhnya ditendang.

"Argh" erang Nathan.

"Woy kampret! Bangun lu!" maki seseorang.

Nathan membuka matanya dan mencoba memulihkan kesadaranya untuk mengenali pelaku serangan terhadap dirinya.

"Kambing!" maki Nathan begitu menyadari yang menendangnya adalah Joko, PPKA Wijen, yang kemarin cuti karena disunat.

"Malah enak-enak tidur lu!" maki Joko sekali lagi.

Nathan beringsut dari kasur buluknya. Dia melirik jam dinding. Astaga, sudah jam 6 pagi. Berarti dia sudah tertidur hampir 12 jam!

Nathan ngeloyor pergi dari mess pegawai menuju WC untuk mandi. Sekilas dia melihat gerbong-gerbong PPCW korban PLH kemarin yang masih berserakan belum dievakuasi.

Usai mandi dan berpakaian, Nathan segera menuju ruangan kepala stasiun. Disana ada Joko dan Tri, PAP Wijen, sedang asyik melototin meja layan. Ditemani kopi hitam dan sepiring gorengan hangat.

"Apa kabar cuk?" sapa Nathan seraya menyambar sebiji gorengan.

"Darimana lu?" tanya Joko.

"Mandi" sahut Nathan enteng.

"Kagak. Maksudnya darimana lu ngilang dua hari?" tanya Joko memperjelas maksudnya.

"Diculik Emon lu ya" kelakar Tri cengengesan.

Nathan baru ingat, dia langsung diculik polisi sejam setelah PLH. Pantas saja teman-temanya mengira dia diculik Emon, tukang tusbol asal Sukabumi yang sedang heboh-hebohnya.

"Ditangkap pulisi gue cuy, diintegorasi"

"Ditanya apaan aja lu?" kali ini Tri yang bertanya.

"Ditanyain ukuran kolor gue" jawab Nathan terkekeh.

"Kampret!" maki Joko dan Tri bersamaan.

Nathan hanya cengengesan.

"Masalahnya pacar lu nyariin mulu bego!" ucap Joko setengah emosi.

"Pacar?" ulang Nathan.

"Iya pacar lu yang pahanya mulus itu" ujar Tri menimpali, lengkap dengan senyum mesumnya.

"Yang mana?" tanya Nathan penasaran.

"Siapa namanya.. Mmm, prik, pris, pris.. apa gitu. Lupa gue" gumam Tri mencoba mengingat. Ingatanya memang terkenal payah. Yang dia ingat selain tanggal gajian, hanyalah ukuran BH Luna Maya.

"Prisela!" terka Joko.

"Ah iya, Prisela" sahut Tri.

"Priscila" gumam Nathan.

"AHH ITU!" seru kedua pegawai itu bersamaan.

"Iya. Dia nyariin lu sampe tiga kali. Katanya mau pamit" ujar Tri kemudian.

Nathan jadi teringat gadis imut itu sekarang. Gadis yang dicintainya. Cinta pertamanya. Yang sekarang berada di London.

"Eh nih ada teleks nih. Lupa gue" ucap Joko tiba-tiba sambil menyerahkan selembar kertas.

"Katanya simbah mau ditarik, diganti sama lok lain" sambung Joko.

Nathan membaca teleks itu. Dia tertegun sesaat. Ia merasa sedih simbah, lok langsir yang selama ini menemaninya akan digantikan lok lain. Walau sebenarnya dia juga senang karena simbah memang sering menyusahkan, karena doyan mogok.

"Itu lok impoten sih" celetuk Tri terkekeh.

"Eh, gue keluar dulu ya" kata Nathan tiba-tiba.

"Kemana lu?" tanya Joko dan Tri kebingungan.

Nathan tidak menjawab. Dia bergegas meninggalkan areal stasiun. Bayanganya tiba-tiba kembali teringat kepada Priscila. Dia mau menanyakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Naya. Dia yakin, Naya pasti tau kenapa Priscila pergi ke London.

BRRUMM

Nathan mengengkol vespa, inventaris stasiun, dan langsung memacunya ke jalan raya. Dia harus mendapatkan jawaban atas ini semua. Harus!

--Priscila's POV--

Usai dijamu makan siang oleh staff KBRI, tim merah putih kemudian berangkat menuju stasiun Euston dengan bis. Mereka akan menumpang kereta api menuju Manchester, tuan rumah hari pertama perlombaan. Priscila sempat memfoto aktivitas langsiran di stasiun sebelum kereta datang. Ia ingin memberikanya kepada Nathan saat pulang nanti.

Perjalanan 290 km antara London-Manchester ditempuh Virgin Train dalam waktu 2 jam. Cukup cepat mengingat kereta yang mereka naiki, adalah second class. Setara kelas bisnis di Indonesia. Tapi tentu saja tidak ada istilah telat atau lokomotif loss power waktu menanjak disana.

--Nathan's POV--

Nathan memacu si vespa, julukan vespa tua tersebut, menuju rumah Naya. Sialnya, kaca spion kanan si vespa terlepas tepat di depan pos polisi. Polisi yang berjaga pun langsung menghentikanya.

"Pritt"

"Selamat pagi pak" sapa pak polisi basa-basi.

"Pagi pak" sahut Nathan malas.

Selanjutnya pak polisi, meminta kelengkapan surat-surat kendaraan yang dibawanya. Sementara memeriksa, mata pak polisi jeli melihat plat nomor si vespa yang bukan asli, tapi dibeli dipinggir jalan. Nathan pun diceramahi karena menyalahi aturan.

Set,

Tiba-tiba Nathan mengeluarkan dompetnya. Polisi itu sontak terdiam.

"Damai aja pak" kata Nathan sambil mengeluarkan amplop dari dompet.

"Oh.. bisa bisa. Damai itu indah" sahut pak polisi sambil tertawa.

Nathan pun langsung ngacir usai menyalami amplop. Sepanjang jalan ia tertawa terbahak-bahak karena amplop yang dia berikan isinya bukan uang tapi tumpukan bon utang!

"HUAHAHHAHA" tawanya sejadi-jadinya.

Trek.. tektektek..

Baru 200 meter berjalan, tiba-tiba sakitnya si vespa kumat. Motor inventaris stasiun itu mogok.

Kampret, rutuk Nathan.

Dengan dongkol ia terpaksa mendorong si vespa ke bengkel terdekat. Dalam hatinya dia berpikir, jangan-jangan ini karena pak polisi tadi nyumpahin dia. Selagi menunggu si vespa diperbaiki, Nathan mendengar percakapan antara seorang nenek dan cucunya dari ladang di sebelah bengkel.

"Nenek lagi ngapain ?"

"Nenek lagi nyari daun kelapa"

"Untuk apa daun kelapa nek?"

"Untuk dibuat ketupat, sayang"

"Trus ketupat untuk apa nek?"

"Untuk dimakan nanti"

"Ohh nanti. Kalo sekarang nenek lagi apa?"

"Ngambil daun kelapa. Hih!"

"Untuk apa?"

"Untuk dibuat ketupat. Udah nenek bilang kan tadi?"

"Ketupat itu untuk apa nek?"

"Ya untuk dimakanlah. Masa buat keramas"

"Ohh gitu ya, nek"

"Iya. Sudah pergi main sana. Jangan ganggu nenek"

"Kenapa?"

"Nenek lagi sibuk"

"Sibuk ngapain sih nek?"

"Nyari daun kelapa. Kan udah dibilang tadi"

"Daun kelapa untuk apa?"

"Untuk buat KETUPAT, KETUPAT! KETUPAAAAT!!!"

"Nenek bicara sama siapa?"

"Sama kamu lah!!"

"Kenapa teriak-teriak? Saya kan di dekat nenek"

"Karena kamu gak paham-paham. Nggak lihat apa nenek lagi
kerja?"

"Kerja apa Nek?"

"Arrghh!!! NYARI DAUN KELAPA lah bodoh!"

"Daun kelapa untuk apa?"

"Ya Tuhaann.. Bodohnya cucu aku nih. Untuk dimakan!"

"Kan ada beras di rumah. Kenapa nenek mau makan daun kelapa?"

"Cucu nenek yang paling cute, pinter, ganteng. Sebelum nenek dapet stroke, sebaiknya kamu pergi sana, biarkan nenek bekerja"

"Kok dapet stroke? Jadi sebenarnya nenek nyari daun kelapa atau nyari stroke?"

"Aduhh. Dasar kamu goblok!"

"Golok? Saya ini orang nek, bukan golok. Nenek stress ya?"

"Iya aku stress! Aku sakit kepala! Aku pusing 7 trenggiling! Aku gila! Aku stress stress!!!"

"Kalo cari daun kelapa bikin stress, kenapa nenek masih mau nyari juga?"

"CUKUP!!! JANGAN TANYA LAGI..!!! BAGUS KAU PULANG KE RUMAH SEKARANG!!!! CEPAT!!"

"Iya, nek. Nenek nggak ikut pulang?"

"Enggak! Nenek lagi kerja!"

"Kerja apa nek?"

"CARI DAUN KELAPA!"

"Daun kelapa untuk apa sih nek?"

"Arrgghhh!!!"

--Priscila's POV--

Rombongan tim merah putih akhirnya tiba di stasiun Manchester Piccadilly. Dari situ mereka menumpang bis untuk menuju gedung H&E Centre, tempat perlombaan.

Setibanya di lobby H&E Centre, suasana sudah ramai dipadati para peserta mancanegara. Jam menunjukan pukul 15.00 tepat. Itu berarti mereka terlambat 1 jam dari jadwal yang ditentukan panitia untuk daftar ulang. Namun, meski begitu, tidak tampak raut wajah takut atau menyesal diantara mereka. Benar-benar menunjukkan jiwa orang Indonesia yang berani, kuat, dan berjiwa seni.

Panitia dengan tegas menolak pendaftaran ulang tim Indonesia, karena perlombaan sudah dimulai. Tapi keputusan mereka goyah begitu mendengar ancaman tebas leher plus sedikit atraksi debus dari bang Jali, sang jawara suku Baduy.

Dan akhirnya, panitia pun memperbolehkan tim Indonesia ikut perlombaan.

--Nathan's POV--

Nathan sudah tiba di rumah Naya. Ia memencet bel berulang kali. Namun bukanya Naya yang keluar, malah pembantunya.

"Nyari sopo mas?" tanya si mbok.

"Naya mbok" jawab Nathan.

"Oh, tunggu bentar ya" ucap si mbok, kemudian kembali masuk kedalam rumah.

Nathan duduk menunggu di depan pagar. Lama sekali rasanya ia menunggu. Padahal baru 5 menit. Ia mencoba lebih bersabar dan tetap menunggu. Detik demi detik pun berlalu, menit demi menit, jam demi jam. Tapi Naya tak kunjung datang. Namun Nathan tetap menunggu. Ia sudah bertekad bertemu Naya

*bersambung*

Artikel Lainya:

No comments:

Post a Comment

Sampaikan komentar anda disini. No SARA & Rasis. Terimakasih